Reporter : Uswatun Khasanah
Rwanda adalah salah satu negara yang berada di benua Afrika, tepatnya terletak di Afrika Tengah. Negara ini memiliki sejarah konflik yang tidak akan terlupakan, yaitu kejahatan Genosida. Konflik antar suku di Rwanda ini memakan banyak korban jiwa, sekitar April hingga Juni 1994, tercatat sekitar 800.000 orang Rwanda terbunuh dalam 100 hari.
Sumber : un.org
Pada awalnya, konflik ini terjadi karna Belgia sebagai negara yang menjajah Rwanda sangat membeda-bedakan suku yang ada yaitu suku Hutu, Tutsi dan juga sekelompok suku kecil yaitu Twa. Tutsi memegang pemerintahan pada saat itu, sementara suku Hutu hanya sebagai warga sipil biasa. Namun, ketika Belgia akan segera meninggalkan Rwanda, Belgia memberikan seluruh kekuasaan termasuk kuasa politiknya kepada suku Hutu. Suku Tutsi yang awalnya memegang pemerintahaan tersebut tidak terima sehingga terjadi konflik perebutan kekuasaan.
Pada saat itu, perekonomian di Rwanda sangat lemah, mereka mengalami krisis ekonomi hingga kelaparan. Mayoritas penduduknya menjadi pengungsi dinegara tetangga seperti Republik Demokrasi Kongo, Kenya, dan Uganda. Kehancuran ekonomi disebabkan juga karna kehancuran infrasturktur, penjarahan, perampokan, dan pengabaian tanaman panen. Hal ini mengakibatkan merosotnya Produk Domestik Bruto (PDB) dan menghancurkan daya tarik investasi. Sektor jasa Rwanda mengalami kemunduran selama resesi global akhir dasawarsa 2000-an karena berkurangnya pinjaman bank, bantuan asing, dan investasi.
Melihat peristiwa yang ada, pemerintah tentunya segera mengambil berbagai kebijakan terkait pembangunan demi kestabilan ekonomi. Kebijakan tersebut berupa
Presiden Kagame yang terpilih kembali pada tahun 2003 mengampanyekan perdamaian atas konflik tersebut
Mencabut kartu identitas penduduk yang sangat rasial, karena kartu identitas di Rwanda mencantumkan nama suku sehingga genosida semakin mudah dilakukan.
Kagame pergi ke negara-negara maju di Asia dan Eropa untuk membangun kembali ekonomi negaranya yang hancur.
Pemerintah mendorong masyarakat untuk mengembangkan pertanian yang berkelanjutan.
Pemerintah Rwanda fokus untuk mengembangkan pariwisatanya.
Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai Organisasi Internasional juga ikut membantu perkembangan ekonomi dan politik di Rwanda pasca terjadinya konflik. PBB membuat beberapa kebijakan yang dianggap dapat membantu pemerintah Rwanda dalam pembangunannya, kebijakan tersebut berupa:
PBB membentuk suatu organisasi yang dibawahinya yaitu UNDAF (United Nation Development Assistance Framework)
PBB membagi beberapa tim sesuai dengan spesialisnhya sendiri, yaitu:
Bidang pembangunan (agen PBB yang bekerja di Rwanda selama UNDAF 2002-2006)
Agen PBB UNDP (United Nations Development Program)
UNESCO (United Nations Educational Scientific And Culturan Organization)
UNFPA (United Nations Fund For Populations Activities)
UNICEF (United Nations Children’s Fund)
Agen Specialis (Agen PBB yang bekerja di Rwanda selama UNDAF Rwanda 2002-2006)
Agen PBB Fungsi FAO (Food Agricultural Organization)
WHO ( World Health Organization).
Lambat laun, atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah maupun PBB serta atas saran paar ekonom, Rwanda mulai terbangun kembali. Pada tahun 2000, pendapatan perkapita Rwanda kembali ke angka yang sama ketika perang saudara, kurang lebih $550. Rwanda memajukan negaranya dengannslogan “Visit Rwanda” yang merupkan salah satu diplomasi untuk pariwisata. Rwanda semakin dipandang sebagai tujuan wisata yang aman. Direktorat Imigrasi dan Emigrasi mencatat bahwa 405.801 orang datang mengunjungi negara ini antara Januari dan Juni 2011, dengan 16% diantaranya berasal dari luar Afrika. Pendapatan dari sektor pariwisata diperkirakan sebesar US$ 115,6 juta serta orang yang berlibur menyumbang sekitar 43% dari pendapatan tersebut.
Sumber : npr.org
Diskusi kemudian dilanjutkan dengan beberapa pertanyaan, salah satunya apakah PBB dianggap efektif dalam membantu menyelesaikan konflik Rwanda? Pertanyaan tersebut kemudian dijawab dengan berbagai perspektif, ada yang memandang hal yang dilakukan PBB sudah berhasil karena dapat menyelesaikan konflik ini, namun, ada juga yang mengatakan bahwa dengan terjadinya konflik ini sendiri PBB sudah dianggap gagal dalam menjaga perdamaian. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah wanita di Rwanda berperan penting dalam resolusi konflik tersebut? Hal itu dijawab dengan wanita Rwanda berperan aktif dalam diskusi politik, peran wanita di semua tingkatan pemerintahan terlihat jelas. Salah satu alasannya adalah karena pada saat genosida banyak laki-laki yang terbunuh, maka dari itu wanita berjuang sendiri untuk pemerintahannya.
Comments