top of page
Writer's picturevisualpublikasi202

Menilai Ketegasan PBB dalam Genosida Palestina



Konflik antara Palestina dan Israel kembali menjadi perhatian publik karena kondisinya yang semakin memanas. Pada 7 Oktober 2023, kelompok bersenjata Palestina yang dipimpin oleh Hamas di Gaza melakukan invasi besar-besaran terhadap Israel. Gerakan ini dilakukan sebagai bentuk pertahanan Palestina dari serangan-serangan yang dilakukan oleh Israel. Pada awalnya, konflik ini bermula sejak 1917 ketika Deklarasi Balfour ditandatangani oleh Inggris yang pada saat itu menduduki wilayah Palestina. Deklarasi tersebut berisi pernyataan bahwa Inggris mendukung pendirian rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Kemunculan Deklarasi Balfour menyebabkan orang-orang Yahudi di Eropa bermigrasi ke Palestina. Seiring berjalannya waktu, pendudukan orang-orang Yahudi di Palestina menimbulkan sejumlah masalah hingga akhirnya terjadi Perang Arab-Israel 1948. Hingga saat ini, konflik antara Palestina dan Israel masih belum mencapai resolusi, bahkan dapat dikatakan semakin parah. Aksi bersenjata yang dilakukan Israel terhadap Palestina telah menimbulkan banyak korban, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Lebih jauh lagi, aksi yang dilakukan Israel telah diindikasikan sebagai pelanggaran HAM berat dan dinilai sebagai kejahatan genosida atau pemusnahan suatu bangsa. Genosida merupakan suatu kejahatan kemanusiaan berupa penghancuran sebuah etnis atau bangsa yang bertujuan untuk membinasakan sesuatu yang hidup serta menghilangkan kebebasan dan hak milik anggota suatu bangsa atau etnis (Lemkin, 1944).


Adanya genosida yang dilakukan Israel kepada Palestina tentunya mengganggu perdamaian dunia dan membuat beberapa organisasi internasional turun tangan untuk membantu menangani kasus ini, salah satunya adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebelum konflik Palestina-Israel berujung pada aksi genosida, PBB telah berupaya untuk menyelesaikan konflik ini dengan melakukan sejumlah resolusi, seperti resolusi 181 yang berisi tentang pembagian wilayah untuk Palestina dan Israel. Resolusi 181 ini ditolak oleh Palestina karena dalam resolusi tersebut, orang-orang Yahudi menempati wilayah Palestina sebanyak 56% dan tanah yang didapat berada di pesisir dengan sumber daya yang melimpah. PBB juga mengupayakan mediasi dan baru-baru ini meminta Israel untuk melakukan gencatan senjata. Akan tetapi, Israel dan negara-negara anggota yang bersekutu dengan Israel menolak untuk melakukan gencatan senjata.


Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai agen perdamaian dunia telah terlibat aktif mengupayakan berbagai resolusi dan memberikan bantuan kepada Palestina melalui badan organisasi di bawahnya. Akan tetapi, PBB kurang tegas dalam membuat keputusan penyelesaian kasus ini. Kurangnya ketegasan PBB dalam menangani genosida di Palestina terbukti ketika Valerie Julliand, Kepala Perwakilan PBB untuk Indonesia, mengakui bahwa PBB seringkali kesulitan untuk melakukan tugasnya dalam menjaga perdamaian dunia dan menyelesaikan konflik-konflik karena keputusan dan tindakan PBB ditentukan oleh negara-negara anggota. Dewan Keamanan PBB sebagai badan tertinggi di dalam PBB juga tidak dapat bergerak secara leluasa untuk menyepakati resolusi yang sudah ada karena Amerika Serikat sebagai sekutu Israel telah menggunakan hak vetonya untuk menolak keputusan atau resolusi yang sudah ada. Adanya penggunaan hak veto dalam setiap keputusan PBB telah menghambat tujuan organisasi internasional tersebut dalam menciptakan perdamaian dunia. Sehingga, penggunaan hak veto perlu ditinjau kembali.


Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh PBB masih menimbulkan pertanyaan mengenai peranan dan ketegasan PBB dalam kasus genosida ini. Pasalnya, sebelum konflik di antara kedua negara berujung pada genosida, PBB kurang menyuarakan dan menindaklanjuti konflik tersebut, serta baru setahun belakangan, konflik Israel-Palestina kembali diperbincangkan. Pada dasarnya PBB terdiri dari negara-negara anggota dan beberapa diantaranya memiliki hak veto. Akan tetapi, perlu ditinjau kembali mengenai kemampuan PBB dalam mengambil keputusan yang rasional dan perlu mendengarkan banyak pihak, bukan hanya negara-negara yang memiliki hak veto saja. Hak veto dalam PBB telah memberikan keistimewaan bagi negara yang mendapatkannya, tetapi bukan berarti negara tersebut dapat menolak segala resolusi yang dibentuk demi menjaga perdamaian dunia dan menghentikan pelanggaran HAM. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai ‘penjaga perdamaian dunia’ kurang mampu bertindak tegas dalam mengambil keputusan yang berseberangan dengan negara-negara anggota yang memiliki kekuasaan dan hak istimewa seperti yang dimiliki Amerika Serikat, yang mana secara tidak langsung telah mendukung tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat seperti genosida yang terjadi di Palestina. Maka dari itu, PBB perlu menimbang kembali mengenai penggunaan hak veto yang dilakukan tanpa batasan dan dapat lebih tegas dalam mengambil segala keputusan demi menjaga perdamaian dunia

4 views0 comments

Comentários


bottom of page