International Labour Organization (ILO) adalah badan khusus di bawah naungan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertujuan untuk mempromosikan hak-hak buruh,
mendorong kesempatan kerja yang layak, dan meningkatkan standar hidup melalui penguatan
kerja sama internasional. Sejak didirikan pada tahun 1919, ILO telah menjadi pelaku penting
dalam menangani berbagai isu terkait ketenagakerjaan, termasuk kesetaraan gender. Isu ini
tidak hanya berkaitan dengan keadilan bagi perempuan, tetapi juga penting untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan menciptakan lingkungan kerja
yang adil, di mana laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang setara, ILO berupaya
mewujudkan perubahan yang signifikan di pasar tenaga kerja global (ILO, 2016).
Kesetaraan gender di dunia kerja meliputi berbagai dimensi, termasuk kesempatan yang
setara dalam mendapatkan pekerjaan, upah, promosi, dan perlindungan dari diskriminasi.
Meskipun upaya kesetaraan gender telah berlangsung selama puluhan tahun, tantangan besar
masih tetap ada, terutama di negara-negara berkembang. Diskriminasi berbasis gender,
kesenjangan upah, serta kurangnya representasi perempuan di posisi kepemimpinan menjadi
beberapa isu yang terus menghantui perempuan di tempat kerja. Namun demikian, upaya yang
dilakukan oleh ILO telah memberikan dampak yang signifikan. Melalui berbagai konvensi,
standar, dan program yang diterapkan di seluruh dunia, ILO telah mendorong transformasi yang
progresif dalam menciptakan dunia kerja yang lebih inklusif bagi perempuan.
Salah satu pencapaian signifikan ILO adalah adopsi berbagai konvensi yang menekankan
kesetaraan gender. Konvensi No. 100 tentang Kesetaraan Upah, yang diadopsi pada tahun
1951, merupakan langkah awal yang penting dalam upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan
upah antara laki-laki dan perempuan yang melakukan pekerjaan dengan nilai yang setara (ILO,
2022). Konvensi ini telah diratifikasi oleh banyak negara, dan menjadi dasar bagi perbaikan
kebijakan ketenagakerjaan di tingkat nasional. Selain itu, Konvensi No. 111 tentang Diskriminasi
dalam Pekerjaan dan Jabatan, yang diadopsi pada tahun 1958, juga melarang segala bentuk
diskriminasi berbasis jenis kelamin di tempat kerja. Kedua konvensi ini merupakan bagian dari
upaya global ILO untuk mengakhiri diskriminasi dan ketidakadilan terhadap pekerja perempuan.
Di luar pencapaian dalam bentuk konvensi, ILO juga memainkan peran penting dalam
meningkatkan kapasitas pekerja perempuan melalui program-program pelatihan dan
pendidikan. ILO telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk membantu perempuan
meningkatkan keterampilan mereka, terutama di negara-negara berkembang. Dengan akses yang lebih besar ke pelatihan vokasional dan pendidikan, perempuan dapat menjadi lebih
kompetitif di pasar kerja yang didominasi teknologi. Ini merupakan bagian dari strategi jangka
panjang ILO untuk mengurangi kesenjangan gender di dunia kerja. Keberhasilan program-
program ini terlihat di berbagai negara di Asia dan Afrika, di mana partisipasi perempuan dalam
angkatan kerja meningkat secara signifikan. Banyak perempuan yang sebelumnya tidak
memiliki kesempatan sekarang dapat memperoleh pekerjaan di sektor-sektor yang sebelumnya
didominasi oleh laki-laki (Rubery, 2018).
Salah satu inisiatif terbesar dan paling signifikan dari ILO adalah peluncuran Women at
Work Initiative pada tahun 2016. Inisiatif ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi
hambatan-hambatan yang dihadapi perempuan dalam mencapai kesetaraan penuh di tempat
kerja. Melalui inisiatif ini, ILO telah melakukan berbagai kampanye global yang menyoroti isu-
isu seperti diskriminasi upah, kurangnya akses perempuan ke posisi kepemimpinan, dan
kekerasan berbasis gender di tempat kerja. Kampanye ini telah berhasil menarik perhatian
global dan mendorong banyak negara untuk mengambil tindakan konkret dalam memperbaiki
kondisi pekerja perempuan. Di sektor swasta, beberapa perusahaan besar juga mulai
mengadopsi kebijakan internal yang lebih inklusif, seperti memberikan cuti melahirkan yang
lebih baik dan upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di posisi manajerial dan
eksekutif. Dengan demikian, inisiatif ini tidak hanya berhasil meningkatkan kesadaran akan
pentingnya kesetaraan gender, tetapi juga membawa perubahan nyata dalam kebijakan
ketenagakerjaan di banyak negara (ILO, 2016).
Meskipun demikian, ILO juga menghadapi tantangan dalam pelaksanaan kebijakan di
lapangan. Kesenjangan dalam implementasi masih menjadi masalah utama, terutama di
negara-negara dengan struktur sosial yang patriarkal. Di beberapa negara, kebijakan kesetaraan
gender di tempat kerja hanya bersifat formalitas, tanpa adanya penegakan hukum yang kuat.
Hal ini menyebabkan perempuan tetap mengalami diskriminasi, baik dalam bentuk upah yang
lebih rendah maupun akses terbatas ke posisi strategis. Misalnya, di sektor informal dan di
industri-industri yang kurang terawasi, diskriminasi upah masih menjadi masalah yang
signifikan, meskipun Konvensi No. 100 menekankan kesetaraan upah untuk pekerjaan dengan
nilai yang sama (ILO, 2022). Diskriminasi terselubung ini menjadi tantangan besar yang masih
harus dihadapi oleh ILO dalam upayanya untuk menciptakan dunia kerja yang sepenuhnya
setara.
Tantangan lain yang dihadapi ILO adalah ketidaksetaraan struktural yang mendalam,
yang tidak hanya berkaitan dengan upah tetapi juga akses perempuan ke posisi kepemimpinan.
Meskipun perempuan semakin banyak terlibat dalam dunia kerja, representasi mereka di posisi
kepemimpinan masih rendah. Faktor-faktor seperti stereotip gender dan hambatan budaya
yang membatasi peran perempuan dalam masyarakat masih menjadi penghalang utama. Oleh karena itu, meskipun banyak keberhasilan telah dicapai, ILO perlu terus mengupayakan
strategi-strategi yang lebih inklusif dan berkelanjutan untuk mendorong partisipasi penuh
perempuan di semua level pekerjaan.
Dalam konteks keseluruhan, meskipun ada tantangan-tantangan yang masih harus
diatasi, keberhasilan ILO dalam mendorong kesetaraan gender di dunia kerja tidak dapat
disangkal. Melalui berbagai konvensi, program, dan inisiatif global, ILO telah memberikan
kontribusi besar dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan adil bagi
perempuan di seluruh dunia. Pencapaian ini tidak hanya terlihat dalam perbaikan kebijakan di
tingkat nasional, tetapi juga dalam peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja
serta upaya perusahaan untuk menciptakan tempat kerja yang lebih ramah gender. Namun,
masih diperlukan upaya yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa kesetaraan gender dapat
tercapai sepenuhnya, dan bahwa setiap perempuan di dunia memiliki kesempatan yang sama
untuk berkembang dan berkontribusi dalam dunia kerja.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwasannya International Labour Organization
(ILO) telah berhasil mencapai kemajuan signifikan dalam mendorong kesetaraan gender di
dunia kerja. Keberhasilan ini dapat dilihat dalam adopsi konvensi-konvensi penting seperti
Konvensi No. 100 dan Konvensi No. 111, serta peluncuran inisiatif global seperti Women at
Work Initiative. Melalui program-program pendidikan dan pelatihan, ILO juga telah membantu
perempuan di berbagai negara meningkatkan keterampilan mereka dan mendapatkan akses ke
pekerjaan yang lebih baik. Namun, tantangan dalam implementasi kebijakan dan diskriminasi
terselubung di tempat kerja tetap menjadi isu yang perlu diatasi. Oleh karena itu, meskipun
banyak keberhasilan telah dicapai, upaya ILO untuk menciptakan dunia kerja yang sepenuhnya
setara masih perlu terus ditingkatkan agar kesetaraan gender benar-benar terwujud di semua
sektor.
DAFTAR PUSTAKA
International Labour Office. (2016). World employment social outlook 2016. Geneva:
International Labour Office.
International Labour Organization (ILO). (2022). Bagaimana ILO bekerja. Dilansir melalui
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2022). International Labour Organization
(ILO). Dilansir melalui laman
https://kemlu.go.id/portal/id/read/4250/halaman_list_lainnya/international-labour-
organization-ilo
Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1999
tentang Pengesahan ILO Convention No. 111. Dilansir melalui laman
Rubery, J. (2018). The Progress of Gender Equality in Employment. ILO.
Wagner, I. (2022). Equal pay for work of equal value? Iceland and the equal pay
standard. Social Politics: International Studies in Gender, State & Society, 29(2),
477–496. https://doi.org/10.1093/sp/jxaa032
Comments