by Novi Fitri Yuliani
Api berkobar, membakar tubuh seorang perempuan muda. Bukan api unggun biasa,
melainkan api kemarahan dan ketidakadilan. praktik sati, tradisi kuno yang merenggut
nyawa ribuan perempuan di India, menjadi noda hitam dalam sejarah peradaban manusia.
Selama berabad-abad, praktik mengerikan ini telah menjadi simbol penindasan terhadap
perempuan dan ketidaksetaraan gender.
Praktik sati merupakan sebuah tradisi kuno di India yang mengharuskan seorang
janda untuk mengorbankan diri mereka dengan cara membakar diri hidup-hidup,
merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling keji. Korban tidak hanya
mengalami penderitaan fisik saat dibakar, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam
terutama bagi keluarga mereka yang seringkali mengalami stigma sosial dan kesulitan
ekonomi. Tradisi ini mengakar kuat dalam budaya patriarki yang merendahkan martabat
perempuan dan menempatkan mereka dalam posisi yang sangat rentan.
Praktik sati bukan hanya masalah domestik India, tetapi juga merupakan
pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia secara universal. Kasus Roop Kanwar pada
tahun 1987 misalnya, dimana seorang perempuan muda berusia 18 tahun yang bernama
Roop Kanwar yang pada tahun 1987 dikabarkan melakukan praktik sati, yaitu membakar
diri hidup-hidup di atas pyre suaminya yang baru meninggal di desa Deorala, Sikar,
Rajasthan, India. Kematiannya menjadi perdebatan mengenai apakah Roop Kanwar benar-
benar melakukan praktik sati secara sukarela atau dipaksa. Beberapa pihak berpendapat
bahwa ia mungkin menjadi korban tekanan sosial atau bahkan dibunuh. Kasus ini tidak
hanya mengungkap kekejaman praktik sati, tetapi juga memicu gelombang protes dan
advokasi yang akhirnya mendorong pemerintah India yang berada dibawah kepemimpinan
cicit Motilal Nehru, yaitu Rajiv Gandhi untuk mengeluarkan Undang-Undang Pencegahan
Sati pada tahun 1987. Orang yang mendukung, membenarkan, atau menyebarkan sati
terancam di penjara hingga tujuh tahun.
Kasus Roop Kanwar juga turut memicu kecaman internasional dan mendorong
komunitas global untuk bertindak. Organisasi non-pemerintah (NGO) pun turut
berkontribusi dalam mengubah persepsi masyarakat dan melindungi hak-hak perempuan.
Jagori salah satunya, yang dalam bahasa India berarti "penyadaran", telah menjadi
pelopor dalam memerangi praktik sati dan kekerasan terhadap perempuan di India.
Didirikan pada tahun 1983, organisasi ini telah bekerja tanpa lelah untuk mengubah persepsi
masyarakat tentang peran perempuan dan menghapuskan praktik -praktik yang merugikan
perempuan.
Jagori aktif melakukan advokasi di tingkat nasional dan internasional untuk
mengubah kebijakan dan undang-undang yang berkaitan dengan praktik sati. Mereka juga
melobi pemerintah agar lebih serius dalam menegakkan hukum. Mereka memberikan data,
bukti, dan argumen yang kuat untuk mendukung perlunya undang-undang yang tegas untuk
melarang praktik sati. Kasus Roop Kanwar juga kemudian menjadi pemicu bagi Jagori untuk
memperluas jaringan kerja sama dengan organisasi lain, baik di dalam maupun di luar
negeri. Jaringan ini sangat penting untuk memperkuat upaya memerangi praktik sati.
Jagori telah menjadi contoh inspiratif bagi organisasi-organisasi lain yang bekerja
dalam bidang pemberdayaan perempuan dan penghapusan kekerasan. Melalui upaya-upaya
yang konsisten dan inovatif, Jagori telah berkontribusi secara signifikan dalam mengurangi
praktik sati di India. Namun, perjuangan ini belum selesai. Kita semua memiliki peran untuk
memastikan bahwa praktik keji ini benar-benar terhapus dari muka bumi.
Daftar Pustaka
Nationalgeographic.co.id. (2023, 10 Oktober). Praktik Sati, ketika Janda di India Bakar Diri
setelah Kematian Suami.
diri-setelah-kematian-suami?page=all yang Bermula dari India.
Comments