Oleh: Dhayan Wijaya
Pada 3 Desember 2018, Qatar melalui Kementerian Energi mereka mengumumkan untuk menarik diri dari salah satu organisasi negara pengekspor minyak terbesar di dunia atau lebih kita kenal dengan OPEC, dikarenakan misi mereka di masa depan yang akan berpindah fokus dari energi minyak menuju gas. Hal ini kemudian mengejutkan para anggota dari OPEC sendiri, dikarenakan Qatar merupakan negara yang sangat aktif didalam organisasi tersebut selama hampir 57 tahun.
Jika kita kembali menilik sejarah, OPEC pertama kali dibentuk di Baghdad pada September tahun 1960. OPEC dibentuk oleh kerjasama 5 negara yaitu Iran, Iraq, Kuwait, Arab Saudi dan Venezuela. Keputusan Qatar untuk meninggalkan OPEC didasarkan pada pertimbangan domestik atas ekonomi Qatar dan aspirasi globalnya. Strategi Qatar melibatkan investasi dalam kekuatan produksi gas alam cair, dimana Qatar memegang posisi terdepan di dunia dengan sekitar 30% dari produksi Liquefied Natural Gas (LNG) dunia. Keputusan ini sejalan dengan rencana Qatar untuk menyalurkan upayanya dalam mengembangkan sektor ini, bersamaan dengan langkah pemerintah untuk meningkatkan produksi LNG dari 77 juta ton menjadi 110 juta ton per tahun. Qatar menyatakan bahwa keputusan tersebut sebagai pertimbangan teknis dan ekonomi, serta menanggapi kenyataan bahwa Qatar saat ini memproduksi lebih banyak gas daripada minyak. Hal ini kemudian dapat menghasilkan sekitar 635 ribu barel per hari, menjadi peringkat kesebelas di antara produsen minyak mentah di OPEC serta memberikan kontribusi kurang dari 2% dari output organisasi ini.
Menurut Menteri Energi Qatar, negaranya percaya dan memilih untuk fokus pada komoditas utama penjualan yang berupa gas alam. Menurut beliau, banyak orang akan mempolitisir hal ini untuk meraih kepentingan, namun menurut saya keputusan yang telah dibuat oleh Qatar merupakan keputusan murni untuk dapat memperoleh keuntungan jangka panjang di masa depan.
Terlepas dari posisinya sebagai pemimpin di pasar LNG global, Qatar sadar bahwa sektor gas berkembang dengan cepat. Faktanya, sebuah era baru di sektor gas bumi sedang berada di cakrawala karena tiga negara akan muncul sebagai pemain besar yang dapat menantang posisi kepemimpinan Qatar yaitu Australia, Amerika Serikat dan Rusia. Ketiga negara tersebut berinvestasi secara agresif dalam infrastruktur dan produksi LNG (aljazeera.com).
Qatar mengakui bahwa saat ini ada bahan bakar yang lebih bersih seperti LNG yang memiliki masa depan yang lebih cerah daripada minyak, mengingat tren global semakin cepat bergerak ke arah bahan bakar yang lebih bersih. Ada lebih banyak ketidakpastian tentang pertumbuhan permintaan minyak daripada gas alam yang membuat Qatar berpikir ulang. Dengan demikian, Qatar tidak hanya bertekad untuk mempertahankan posisi kepemimpinannya di sektor LNG, tetapi juga memastikan bahwa pasar global untuk LNG tumbuh. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan bekerja sama dengan produsen LNG lainnya melalui investasi yang ditargetkan untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang dalam permintaan gas alam. Kerjasama semacam itu juga dapat menghasilkan akses ke pasar baru melalui perjanjian pertukaran.
References:
Steven wright, “why Qatar leave opec”, https://www.aljazeera.com/indepth/opinion/qatar-left-opec-181206102112634.html.
Brief history of opec, https://www.opec.org/opec_web/en/about_us/24.htm.
Arab center, ”Qatar’s OPEC Exit”, http://arabcenterdc.org/policy_analyses/qatars-opec-exit/.
Comments