Oleh: Ranti Naomi Sinaga
Perkembangan yang pesat tentu akan menghasilkan efek samping berupa ancaman. Hal yang menjadi isu paling menantang hubungannya dengan stabilitas keamanan nuklir di era global ini. Dalam menghadapi tantangan tersebut telah memunculkan lembaga internasional yang memainkan peran krusial yaitu International Atomic Energy Agency (IAEA) yang mengawasi dan memastikan penggunaan yang damai dan aman dari energi nuklir serta mencegah tindakan provokatif serta penyebaran senjata nuklir.
IAEA merupakan lembaga yang didirikan pada tahun 1957 yang bertujuan sebagai badan pengawas penggunaan teknologi nuklir dengan cara yang aman dengan menjalin kerja sama internasional dalam bidang energi nuklir, riset, dan penggunaan isotop berbagai bidang terkait pertanian, kesehatan, lingkungan. IAEA memiliki peran pengawas dengan menjamin langkah yang tepat dengan transparansi dan akuntabilitas dalam kepatuhan sistem nuklir melalui inspeksi berkelanjutan, hal tersebut dianggap baik karena IAEA mengawasi fasilitas nuklir di berbagai negara pengembang dengan memastikan bahwa program yang dicanangkan tidak digunakan untuk tujuan militer atau pengembangan nuklir yang nantinya akan mengganggu stabilitas keamanan regional.
IAEA juga memiliki peran utama dengan memastikan bahwa negara-negara yang memiliki program nuklir wajib mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan berdasarkan perjanjian internasional terkait Protokol Non-Proliferasi Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty/NPT). Protokol Non-Proliferasi bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir ke negara-negara lain. Namun, meskipun IAEA telah melakukan berbagai upaya untuk memastikan kepatuhan terhadap NPT, peran mereka dalam hal ini masih dapat ditingkatkan. (iaea.org) Sejumlah kritik telah dilontarkan terhadap IAEA terkait kinerjanya dalam menjalankan tugasnya. Seperti IAEA yang dinilai kurang memiliki kewenangan dan sumber daya yang memadai untuk melakukan pengawasan yang efektif terhadap kepatuhan NPT.
Terdapat beberapa negara yang sudah menandatangani NPT juga masih melakukan aktivitas yang mencurigakan terkait senjata nuklir, namun IAEA tidak memiliki kewenangan untuk melakukan inspeksi secara bebas. Sebagai contoh, Korea Utara telah melanggar NPT dengan melakukan pengembangan senjata nuklir terus menerus, namun IAEA masih kurang dapat melakukan pengawasan yang memadai akibat adanya pembatasan pada pihak luar. Penolakan lainnya terdapat beberapa negara yang sulit untuk bekerja sama dengan IAEA dalam melakukan pengawasan terhadap program nuklir mereka, seperti negara Iran yang menganggap bahwa program nuklirnya bertujuan untuk kepentingan energi dan ilmiah yang damai. Ungkapan tersebut merujuk pada hak kedaulatan untuk mengembangkan teknologi nuklir secara independen. Iran merasa bahwa tuntutan IAEA terlalu intrusif dan melanggar kedaulatan nasional Iran. (voaindonesia.2022)
Munculnya pernyataan bahwa IAEA dinilai kurang tegas dalam menindak negara-negara yang melanggar NPT. Beberapa negara yang melanggar NPT hanya mendapat sanksi yang ringan atau bahkan tidak ada sanksi sama sekali (dw.2021) fenomena tersebut diakibatkan oleh adanya Kompleksitas politik internasional yang memiliki peran dalam penentuan sanksi terhadap negara-negara yang melanggar NPT. Terdapat faktor-faktor seperti hubungan bilateral, kepentingan geopolitik, dan keterlibatan negara-negara besar yang dapat mempengaruhi sikap dan respons terhadap pelanggaran NPT. Dalam beberapa kasus, faktor-faktor ini dapat menghalangi upaya penegakan hukum yang lebih tegas.
Namun, meskipun IAEA masih memiliki kelemahan, lembaga ini tetap memiliki peran penting dalam menjaga kepatuhan terhadap NPT. Sejumlah negara yang awalnya memiliki program nuklir telah menghentikan program tersebut setelah melakukan dialog dengan IAEA. Selain itu, IAEA juga memberikan rekomendasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. IAEA telah berhasil melakukan ribuan inspeksi di lebih dari 180 negara untuk memverifikasi kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan NPT. Inspeksi ini melibatkan pemeriksaan fasilitas nuklir, pengumpulan data, dan analisis sampel untuk memastikan bahwa negara-negara tersebut tidak melakukan aktivitas yang melanggar perjanjian.
Keberhasilan IAEA dalam inspeksi dan pengawasan menjadi indikator utama efektivitasnya. Inspeksi yang dilakukan secara rutin dan mendadak memastikan transparansi dan akuntabilitas negara-negara anggota. (iaea.org) Hal ini memberikan keyakinan kepada masyarakat internasional bahwa negara-negara tersebut mematuhi perjanjian non-proliferasi nuklir. Dalam beberapa kasus, IAEA juga berhasil mendeteksi pelanggaran atau aktivitas mencurigakan terkait dengan senjata nuklir, yang memperkuat kepercayaan dan menunjukkan efektivitas lembaga ini.
Namun, perlu diakui bahwa IAEA menghadapi beberapa tantangan dalam inspeksi dan pengawasan. Tantangan terbesar adalah negara-negara yang enggan bekerja sama atau tidak sepenuhnya mengungkapkan semua kegiatan nuklir mereka. Dengan demikian, untuk meningkatkan efektivitas peran IAEA, negara-negara anggota NPT harus memberikan dukungan yang lebih besar, baik dalam hal sumber daya maupun kewenangan. Selain itu, IAEA juga harus lebih tegas dalam menindak negara-negara yang melanggar NPT dan memastikan bahwa sanksi yang diberikan memang efektif dalam mencegah pelanggaran terhadap NPT. Peran, prinsip, serta peraturan yang sudah menjadi fondasi haruslah diraih keberhasilannya dengan kerjasama yang baik untuk mencapai stabilitas keamanan yang aman dan damai.
Comments