Oleh: Ma’rifah Hikmawati
Pada 2012 silam, Korea Utara memberikan pernyataannya lewat berita bahwa jika mereka mengaktivasi program nuklirnya lagi Amerika Serikat akan menjadi sasaran bagi uji coba nuklirnya. Jika hal tersebut sampai berhasil maka Korea Utara mampu membawa hulu ledak nuklir. Pada tanggal 4 Juli 2017, Pyongyang mengatakan bahwa uji coba pertama rudal balistik antarbenua (ICBM) berhasil dilakukan. (IAEA, 2021) Pada bulan yang sama, tanggal 27 Juli 2017, Korea Utara lagi-lagi melakukan uji coba rudal kedua yang mencapai ketinggian sekitar 3.000 km dan mendarat di laut lepas Jepang. Pada bulan September ditahun yang sama, Korea Utara melakukan uji coba terhadap bom hidrogen yang ditempelkan pada hulu ledak rudal balistik yang diuji sebelumnya. Akibat dari percobaan bom tersebut adalah terjadinya gempa dengan kekuatan yang cukup besar yaitu 6.3 SR. Jangkauan rudal balistik yang luas dan akibat dari besarnya ledakan yang dihasilkan tentu saja menimbulkan kekhawatiran bagi dunia global khususnya bagi negara yang dianggap sedang atau berpotensi memiliki konflik dengan Korea Utara. Khawatir akan adanya ancaman terhadap kestabilan negara, membuat IAEA harus segera melakukan pemeriksaan dan tindak lanjut mengenai program nuklir milik Korea Utara.
Nuklir sendiri memiliki berbagai manfaat yang dapat membantu pekerjaan manusia diberbagai bidang. Pengalihan energi listrik menggunakan energi nuklir, sebagai pengobatan untuk beberapa jenis penyakit yang belum memiliki obat, dsb. Tentu saja dampak negatif dari nuklir juga membahayakan, tujuan dari perang nuklir sendiri adalah sebagai penghancur masa yang mana hal tersebut akan mengakibatkan adanya ribuan bahkan jutaan korban jiwa. Selain itu radiasi yang dikeluarkan oleh nuklir juga sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan jika terpapar radiasi nuklir terlalu sering adalah rambut yang mulai rontok, mual-mual, iritasi kulit, bahkan sampai menyebabkan keguguran. Program nuklir milik Korea Utara diduga digunakan sebagai tujuan militer yang mana tidak sesuai terhadap isi dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.
Tujuan rudal balistik antar benua ini dikembangkan karena rudal ICBM merupakan syarat terakhir sebagai suatu negara untuk memiliki kemampuan melancarkan serangan berat terhadap musuhnya yang berada di sisi benua manapun. Hal tersebut dapat menjadi pertanyaan bagi IAEA untuk memeriksa lebih lanjut mengenai tujuan dari pengembangan program nuklir tersebut.
International Atomic Energy Agency (IAEA) didirikan sebagai organisasi atau badan pengawasan dan pusat kerjasama dunia pada bidang nuklir oleh PBB pada tahun 1957. IAEA bekerja sama dengan negara anggota dan mitranya yang tersebar diseluruh dunia untuk mempromosikan penggunaan teknologi nuklir yang aman dan terlindungi dengan misinya yaitu mencegah penggunaan nuklir untuk tujuan militer.
Perjanjian IAEA dengan Korea Utara di mulai pada tahun 1985 setelah Korea Utara Utara menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir yang melarang anggotanya untuk menyebarkan pengembangan nuklir. Tidak lama setelah perjanjian tersebut dilakukan, muncul tuduhan bahwa Korea Utara mengembangkan reaktor nuklir tanpa sepengetahuan IAEA.
Peran IAEA dalam menangani program nuklir Korea Utara bisa dikatakan kurang maksimal. IAEA tidak bisa dominan dalam menghadapi Korea Utara. Hal tersebut dibuktikan dengan keluarnya Korea Utara dari NPT (Non-Proliferation Treaty). IAEA yang menilai NPT sebagai kekuatan dan keefektifan dalam pemeriksaan yang dilakukan justru malah tidak mampu mempengaruhi Korea Utara untuk menghentikan program nuklirnya agar digunakan untuk tujuan damai. Pemeriksaan yang dilakukan IAEA ini justru tidak membuahkan hasil dan mengakibatkan Korea Utara terus melanjutkan program pengembangan nuklirnya. Upaya IAEA yang kurang ini terbukti dengan adanya campur tangan Amerika Serikat untuk menyelesaikan permasalahan ini. IAEA juga melakukan upaya negosiasi dengan Korea Utara, namun tetap saja upaya tersebut tidak memiliki dampak yang besar. Dari negosiasi yang dilakukan tersebut hanya diperoleh kesepakatan bersama tanpa adanya sanksi yang diberikan IAEA terhadap Korea Utara.
Korea Utara melakukan pelanggaran terhadap isi dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir berupa pengembangan program nuklir dengan tujuan militer. Pengembangan nuklirnya menjadi kekhawatiran bagi dunia global seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan negara lainnya. Kekhawatiran ini timbul karena keberhasilan dari uji coba rudal balistik yang dilakukan. Kerusakan dan juga dampak yang diakibatkan karena adanya uji coba tersebut yang membuat masyarakat global khawatir. Pasalnya kerusakan yang diakibatkan dari ledakan ini menyebabkan gempa yang mencapai 6.3 SR. Selain itu jika pengembangan program ini terus dilakukan, Korea Utara berpotensi untuk menjadi negara yang dapat meluncurkan nuklirnya terhadap musuhnya di sisi belahan bumi lainnya. International Atomic Energy Agency (IAEA) yang seharusnya menjadi badan pengawasan terhadap pengembangan nuklir di negara-negara mitranya justru tidak melakukan pengawasan sempurna. Upaya pendisiplinan IAEA terhadap Korea Utara juga kurang tegas yang berakibat pada keberlanjutan pengembangan nuklir yang dilakukan oleh negara Korea Utara. Selain itu IAEA terkesan meloloskan Korea Utara begitu saja tanpa perkenaan sanksi takibat pelanggarannya yang dilakukan terhadap isi dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir. Ketidaksempurnaan upaya IAEA dalam bernegosiasi dengan Korea Utara ini dapat dikatakan sebagai sebab mengapa dunia global khawatir akan keberhasilan program nuklir milik Korea Utara.
Comments