top of page
Writer's pictureadmin

APRESIASI UNWTO TERHADAP INDONESIA DAN KENYATAAN DI VENEZUELA

Oleh Tsabitha Faiq Fawazzi


Belakangan ini banyak muncul iklan atau promosi yang menawarkan keberagaman pariwisata di berbagai daerah di Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah sedang gencar dalam mempromosikan dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas pariwisata di berbagai daerah di pelosok Indonesia. Hal tersebut bertujuan untuk menambah pendapatan negara guna mempercepat pembangunan dan juga menekan angka pengangguran akibat kurangnya lahan pekerjaan. Selain itu, The World Tourism Organization (UNWTO) juga mengapresiasi perkembangan pariwisata Indonesia. Pariwisata Indonesia dinilai berkembang dengan baik dari berbagai aspek. Hal tersebut disampaikan Deputi Sekretaris Jenderal UNWTO, Jaime Alberto Cabal Saclamente di pavilion Indonesia di World Travel Market (WTM) 2018, London Inggris pada Selasa (6/11/2018) tahun lalu. Deputi Sekretaris Jenderal UNWTO didampingi egional Director for Asia and the Pacific (China), Xu Jing bertemu dengan Menteri Pariwisata Arief Yahya dan jajarannya. (detikTravel)


Dari program pariwisata tersebut, muncul juga kerjasama yang melibatkan Indonesia dan Venezuela di bidang baru, yaitu pariwisata. Indonesia dalam kerjasama tersebut, mencanangkan program dengan bantuan dari KBRI Venezuela, yaitu pemasangan gambar - gambar objek wisata dan juga simbol – simbol yang erat dikaitkan dengan Indonesia di Subway ibukota Venezuela, Caracas. Gambar – gambar yang dimaksud adalah seperti Penari Bali, Taman Laut Bunaken, Candi Prambanan, Pulau Komodo, Candi Borobudur dan objek – objek wisata lainnya yang dianggap terkenal di mata dunia. Program ini dimulai sejak tahun 2018, dimana pada saat itu diresmikan di Caracas,oleh KBRI Venezuela dan juga dihadiri oleh pejabat Caracas serta perwakilan dari kementerian Pariwisata Venezuela.


Sebelum membahas tentang seberapa penting promosi yang digencarkan oleh kementerian pariwisata Indonesia di Venezuela, sejenak kita membahas tentang krisis Venezuela. Venezuela saat ini sedang menghadapi inflasi yang menjadi perhatian dunia dan juga lembaga – lembaga internasional lainnya yang mempunyai fokus yang sama terutama di bidang pangan dan ekonomi. Inflasi Venezuela di tiga bulan pertama tahun 2018 melesat di kisaran 454 persen. Sejak 12 bulan terakhir, menurut otoritas setempat, inflasi tahunannya bahkan mencapai 8.900 persen. Inflasi bulan Maret 2018 kemarin 67 persen. Meski turun dari angka 80 persen dari bulan sebelumnya, masa depan ekonomi Venezuela masih tergolong suram. IMF mengatakan inflasi diperkirakan akan mencapai 200.000 persen tahun 2019 ini. Venezuela menghilangkan lima nol dari mata uangnya tahun lalu dalam upaya sia-sia untuk mengimbangi inflasi. Melonjaknya harga dengan cepat melahap denominasi baru. Pecahan mata uang terkecil yang beredar, 50 bolivar, bernilai sekitar seperempat dolar AS. Bus kota dan bahkan bank tidak menerimanya, dengan alasan akan membutuhkan begitu banyak pecahan uang untuk membayar bahkan barang-barang paling sederhana yang tidak akan sepadan dengan nilainya. Pecahan terbesar, 50.000 bolivar, sama dengan US$ 2,50 atau Rp 35 ribu. (Reuters)


Akibat dari adanya kondisi tersebut, muncul sebuah pertanyaan, apakah target yang ditentukan oleh pemerintah dalam kebijakan promosi wisata akan tepat sasaran? Dan juga, apakah fakta yang ada tersebut bisa membuktikan bahwa apresiasi dari UNWTO tersebut merupakan hal yang pantas dibanggakan? Mengingat target yang dimaksud sedang mengalami kemunduran ekonomi. Memang, kementerian pariwisata tetap harus melakukan promosi di luar dari list potential market pariwisata seperti China, India, Singapura dan sebagainya. Tapi seharusnya, pemerintah bisa melihat dan mengamati terlebih dahulu kondisi serta situasi negara yang menjadi target promosi. Lucunya, pada tanggal 31 Oktober kemarin, kementerian pariwisata menggelar acara peluncuran promosi wisata dan budaya Indonesia di Caracas, Acara itu diselenggarakan di Sistema Teleférico Waraira Repano Caracas (kereta gantung). Hal tersebut menandakan seakan – akan kementerian pariwisata tidak belajar dari kesalahan tahun lalu yang mana berakibat tidak adanya dampak yang signfikan terhadap perkembangan pariwisata Indonesia. Bukan menjadi masalah jika promosi dilakukan sebelum adanya krisis di Venezuela, namun kenyataannya pemerintah Indonesia melakukan promosi saat krisis sedang terjadi.

Selain itu, banyak yang beranggapan bahwa masih banyak orang Venezuela yang ke luar negeri walaupun krisis sedang melanda mereka, dan dianggap bahwa promosi yang dilakukan Kemenpar masih mempunyai harapan. Justru kenyataannya, Ratusan ribu warga Venezuela memang bepergian ke luar negeri, tapi bukan berstatus sebagai turis, melainkan pengungsi. Sekitar 250.000 pengungsi Venezuela telah menyeberang ke Kolombia sejak Agustus 2018, dengan tingkat kedatangan 3.000 orang per harinya, hingga saat ini. 3.000-an tentara disiagakan pemerintah Kolombia di perbatasan negara. Sikap serupa juga ditunjukkan pemerintah negara tujuan mengungsi seperti Brazil, Peru, Chile, Argentina, Ekuador, serta negara-negara di Amerika Tengah. (The Washington Post)


Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa, relevan saja jika pemerintah Indonesia menggencarkan pariwisata sebagai senjata pendapatan negara, namun untuk menghindari hal yang sia – sia dan justru hanya membuang anggaran dana negara, maka harus dilakukan pengamatan dan penelitian sosial lebih lanjut di negara yang akan menjadi lahan promosi wisata. Sehingga tidak hanya meningkatkan pendapatan negara, namun juga membangun koneksi yang lebih sehat dengan negara terkait. Serta yang tidak kalah penting, adalah untuk membuktikan bahwa apa yang diapresiasi oleh UNWTO, bukan sekedar omongan belaka, namun ada fakta yang mendukung dibaliknya. Jadi, apa yang dibanggakan oleh pemerintah dari apresiasi yang diberikan oleh UNWTO? Kalau sebenarnya dibelakangnya masih ada banyak kekurangan - kekurangan yang sepatutnya menjadi tamparan bagi pemerintah Indonesia.

21 views0 comments

Comments


bottom of page