Korea telah “bersatu” di Olimpiade Musim Dingin 2018 di Pyeongchang, Korea Selatan
(Korsel). ‘Penyatuan’ Korea dimulai pada upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin itu
pada hari Kamis malam (9/2/2018). Korea Selatan dan Korea Utara (Korut) bersatu dalam defile
peserta dengan membawa bendera unifikasi kedua negara. Seremoni ini juga dihadiri oleh
Presiden Korsel Moon Jae-in dan adik perempuan pemimpin Korut, Kim Jong Un, yakni Kim Yo
Jong. Mereka tampak bersalaman dan saling menyapa di tribune kehormatan.
Olimpiade 2018 menjadi semacam festival ‘perdamaian’. Penyelenggaraan Olimpiade dibayangi
oleh ancaman nuklir dari Korut di sepanjang 2017. Menjelang Olimpiade, Korut tetap menggelar
parade militer satu hari sebelum pembukaan Olimpiade tersebut. Parade ini dilakukan untuk
merayakan hari jadi ke-70 Tentara Rakyat Korea, yang dibentuk pada tanggal 8 Februari 1948.
Sebaliknya, Presiden Moon harus melobi AS agar membatalkan latihan militer AS dan Korsel
sehari sebelum upacara pembukaan Olimpiade. Akibatnya, beberapa negara merasa ragu-ragu
untuk mengikuti Olimpiade Pyoengchang ini.
Olimpiade Musim Dingin 2018 ini menjadi peristiwa sangat bersejarah bagi hubungan pasang-
surut kedua negara bersaudara ini. Korut bahkan mengirimkan 22 atlet pada olimpiade ini.
Kedua negara memang pernah ‘bersatu’ pada Olimpiade di Sydney (Australia) 2000 dan
Olimpiade Athena (Yunani) 2004. Selama 17 hari, Olimpiade ini dinilai sukses secara
keseluruhan, dari penyelenggaraan turnamen, hingga pertunjukan potensi dan catatan rekor tim
nasional Korea. Ajang olahraga internasional terbesar ini diikuti oleh 2.920 atlet dari 92 negara,
dan jumlah itu merupakan yang terbanyak dalam sejarah olimpiade musim dingin.
Momentum Diplomasi Olahraga
Olimpiade 2018 ini secara langsung memperlihatkan kemampuan diplomasi olahraga untuk
menyatukan kedua Korea selama 17 hari. Pandangan optimis mendorong berbagai aktivitas
masyarakat (non-state activities), termasuk olahraga, untuk mengurangi ketegangan hubungan
bilateral kedua Korea ini yang telah berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II. Kelompok
optimis ini juga berharap diplomasi olahraga kedua Korea di Olimpiade 2018 ini akan mengikuti
keberhasilan diplomasi semacam sebelumnya. Komite Olahraga International (International
Olympic Committee/IOC) berhasil mendorong pembentukan tim Olimpiade Jerman Bersatu
selama 1956-1964.
Namun demikian, bagi kelompok pesimis, diplomasi olah raga melalui Olimpiade 2018 ini
diyakini sulit mengubah situasi konfliktual seperti 2 Korea ini. Apa pun yang terjadi di
Olimpiade Musim Dingin, ancaman strategis rudal dan nuklir Korea Utara akan selalu ada. AS
juga tidak akan membiarkan sekutu terdekatnya di Asia, Korsel, terancam Korsel. Struktur
global atau regional seringkali menjadi penghambat bagi diplomasi olahraga untuk membangun
perdamaian. Perang Dingin, misalnya, telah menyebabkan tim Jerman Bersatu harus pecah
menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur pada Olimpiade 1968-1988. Bahkan pada Olimpiade
1972 di Munich, tim Jerman Timur menjadi peserta di Jerman Barat untuk pertama kalinya.
Bagi kedua Korea, struktur global dan regional telah berubah dan berbeda dengan era Perang
Dingin.
Persaingan AS dan Tiongkok di kawasan Asia memang telah menyebabkan Korsel lebih mendekati AS, sedangkan Korut mendekati Tiongkok. Namun demikian, Olimpiade musim dingin 2018 dapat menjadi faktor awal bagi hubungan yang lebih bersahabat bagi kedua Korea. ‘Penyatuan’ Korea melalui diplomasi olahraga dalam bentuk Olimpiade Pyeongchang 2018 menjadi momentum perdamaian bagi upaya-upaya kerjasama berkelanjutan antar-kedua Korea itu di masa depan.
-Ludiro Madu, M.Si
Dosen Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta
Comments