top of page
Writer's pictureadmin

EBOLA KEMBALI MEWABAH DI KONGO, BAGAIMANA PERAN WHO DALAM MENGATASINYA?

Oleh Aron Ali Alfany



Setelah berakhirnya kejadian luar biasa wabah Ebola yang menyerang negara-negara di Afrika Barat pada tahun 2016, wilayah Afrika mengalami penurunan drastis kasus Ebola. Penularan masih terjadi tetapi dalam skala kecil dan masih tergolong mudah untuk dikendalikan. Namun pada bulan Agustus tahun 2018, terdapat empat kasus penularan virus Ebola yang terdeteksi Republik Demokratik Kongo. Virus Ebola di Kongo pertama kali terdeteksi di provinsi Kivu Utara dan semakin meluas dalam kurun waktu satu tahun. Penyebaran virus Ebola tidak hanya terjadi di provinsi Kivu Utara, namun juga menyebar ke provinsi di lainnya yaitu provinsi Ituri.


Ebola merupakan virus yang menyebar luas di Afrika. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah negara Afrika mengalami krisis kesehatan yang disebabkan oleh virus ini. Epidemi virus Ebola menyebar dengan cepat dan sangat mematikan. Pada kurun waktu tahun 2014 hingga 2016, epidemi Ebola telah merenggut lebih dari 11.000 jiwa. Wabah ini menyebar di tiga negara Afrika Barat yaitu Liberia, Sierra Leone, dan Guinea. Dengan status sebagai penyakit menular dengan risiko kematian yang tinggi, Ebola menjadi momok yang menakutkan bagi banyak negara. Wabah ini menjadi perhatian internasional selain karena merenggut begitu banyak korban, dunia internasional khawatir wabah tersebut akan menyebar ke wilayah lain di dunia. Banyak langkah pencegahan yang diambil untuk memberantas dan mencegah penularan Ebola. Contohnya adalah dengan membatasi penerbangan dari dan menuju ketiga negara tersebut untuk mengurangi kemungkinan penyebaran ke negara dan benua lain. Lalu bagaimanakah langkah-langkah yang diambil WHO dalam kasus wabah Ebola di Kongo ini?

World Health Organization (WHO) sebagai organisasi kesehatan di bawah mandat PBB memiliki tugas untuk memberikan fasilitas kepada negara yang terserang wabah agar dapat terbebas dari wabah tersebut. Tugas tersebut sejalan dengan tujuan WHO sendiri untuk memastikan setiap orang di dunia bebas dari rasa khawatir akan terjangkit penyakit yang mengancam jiwa. Sehingga sudah menjadi keharusan WHO untuk melakukan aksi yang cepat dan tanggap agar korban tidak semakin banyak berjatuhan.


Berbagai macam upaya dilakukan oleh WHO untuk menanggulangi pesebaran virus Ebola di Kongo. Pada pertengahan tahun 2019, tepatnya pada bulan Juli, WHO secara resmi memberlakukan Darurat Kesehatan Global terhadap wabah ini. World Health Organization mengimbau kepada seluruh negara di dunia untuk benar-benar peduli akan bahaya Ebola dan persebarannya. Namun pemberlakuan keadaan Darurat Kesehatan Global ini berbeda dengan yang dilakukan ketika epidemi Ebola menyebar di wilayah Afrika Barat, di mana WHO menginstruksikan penutupan perbatasan dan isolasi penduduk dengan tujuan mencegah epidemi semakin meluas. Pada saat ini, WHO meminta pada negara-negara untuk tidak melakukan larangan terhadap Kongo. Kondisi darurat tidak dapat menjadi alasan untuk menstigmatisasi atau menghukum orang-orang yang membutuhkan bantuan (liputan6.com).

Bercermin pada epidemi Ebola 2014—2016, WHO tampak menyadari bahwa isolasi memunculkan dampak buruk terhadap salah satu sektor vital negara, yaitu sektor ekonomi. Setelah pemberlakuan isolasi, perekonomian di tiga negara terdampak Ebola terpantau mengalami pelemahan. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya aktivitas ekonomi di sekitar perbatasan dan perjalanan lintas batas negara yang tinggi di negara-negara Afrika. Penutupan perbatasan akan berimbas pada terhambatnya perekonomian. Inilah yang mendorong WHO untuk tidak melakukan tindakan terlalu ketat lagi. Namun dengan pengenduran kebijakan yang dilakukan, hal tersebut berdampak pada semakin rentannya penularan virus Ebola. Langkah yang dilakukan untuk mencegah penularan adalah pengetatan terhadap pengecekan kesehatan di pos lintas batas. Setiap warga yang ingin melintas harus melewati proses pengecekan suhu badan untuk diketahui apakah mereka terindikasi tertular Ebola atau tidak. Bahkan di Tanzania, disediakan 2700 peralatan proteksi tambahan untuk mencegah penularan Ebola. (melandprepnews.com). Upaya lain yang dilakukan adalah dengan pemberian vaksin. Tidak seperti wabah Ebola sebelumnya di mana vaksin masih diujicoba, vaksin Ebola telah resmi berlaku ketika epidemi di Kongo terjadi. Vaksin ini 99% efektif dan telah diberikan kepada lebih dari 161.000 orang.


Upaya-upaya yang dilakukan oleh WHO dalam memberantas Ebola di Kongo menghadapi beberapa hambatan dalam merealisasikannya. Hambatan begitu terasa ketika WHO kekurangan dana, yang mana seharusnya dana yang terkumpul sebesar 98 juta USD, namun ternyata mereka kekurangan dana sebesar 54 juta USD. Hal ini tentunya menghambat upaya pemberantasan Ebola secara cepat. Hambatan lain yaitu kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap para pekerja medis, khususnya di masa awal penyebaran wabah. Hal ini menyebabkan infeksi terjadi begitu masif karena masyarakat enggan diberi vaksin sehingga angka kematian mengalami kenaikan yang begitu cepat. Konflik yang terjadi di wilayah penyebaran Ebola juga menjadi hambatan tersendiri. Sejak bulan Januari, telah terjadi 198 serangan terhadap petugas kesehatan atau fasilitas kesehatan yang menyebabkan tujuh orang meninggal dunia.

Pada bulan Oktober ini, akhirnya WHO melaporkan bahwa angka infeksi Ebola telah mengalami penurunan drastis. Dilaporkan bahwa hanya terjadi 15 kasus infeksi dalam rentang waktu 25 September hingga 15 Oktober. Padahal pada bulan April, puncak terjadinya wabah, terjadi 300 kasus infeksi dalam kurun waktu 3 minggu. Penurunan ini disebabkan oleh mulai diterimanya vaksin Ebola dan meluasnya tindakan vaksinasi terhadap masyarakat.


REFERENSI




83 views0 comments

Commentaires


bottom of page