Oleh: Uswatun Khasanah
Pimpinan Junta Myanmar, Min Aung Hlaing telah dijadwalkan untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Indonesia pada 24 April mendatang. Kabar ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand pada Sabtu, 17 April. Hal ini akan menjadi perjalanan luar negeri pertama bagi Min Aung Hlaing sejak ia merebut kekuasaan dari pemerintah pada 1 Februari.
Seperti yang kita ketahui, bahwa saat ini Myanmar sedang mengalami krisis politik sejak Min Aung Hlaing menyingkirkan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh pejuang demokratis, Aung San Suu Kyi. Menurut kelompok aktivis, pasukan keamanan telah menewaskan 728 warga sipil yang menentang pemerintahan hasil kudeta, mayoritas korban jiwa ditembak mati saat sedang melakukan protes di jalanan.
Dua bulan sejak kudeta berlangsung, situasi di Myanmar masih belum menunjukkan adanya tanda-tanda mereda. Menurut laporan seorang warga, terdapat kekerasan baru dimana pasukan keamanan menembak mati dua demonstran di Kota Mogok dan terdapat banyak ledakan bom kecil di Yangon, berakibat melukai beberapa orang.
Tujuan diadakannya KTT ASEAN sendiri merupakan sebuah langkah yang baik, meski demikian kehadiran pemimpin junta militer Myanmar dapat menimbulkan sebuah kesalahpahaman sebagai bentuk pengakuan. Bila ingin melakukan pembahasan mengenai masalah yang sedang terjadi di Myanmar, ada baiknya ASEAN turut serta mengundang National Unity Government (NUG) karena tanpa keterlibatan NUG, ASEAN terlihat sedang mengulurkan budaya kudeta militer di Asia Tenggara. Wakil menteri luar negeri NUG, Moe Zaw Oo mengatakan bahwa hingga saat ini ASEAN belum menjangkau mereka dalam upaya penyelesaian krisis disana. ASEAN memang seharusnya melibatkan NUG dalam proses penyelesaian dengan alasan bahwa NUG berada dalam posisi yang didukung oleh rakyat dan memiliki legitimasi penuh. (Aljazeera, 2021)
Sejumlah organisasi masyarakat Indonesia melakukan penolakan atas kehadiran Min Aung Hlaing dalam KTT ASEAN. Penolakan tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama oleh beberapa aliansi. Mereka menganggap bahwa kehadiran Min memicu pertanyaan dari banyak pihak dikarenakan Min merupakan sosok pimpinan militer yang mengkudeta pemerintahan sipil dan dianggap akan menghalangi hubungan ASEAN dengan masyarakat Myanmar. (CNN, 2021)
ASEAN sebagai organisasi regional yang pernah mengalami krisis legitimasi ini seharusnya bisa bertransformasi menjadi organisasi yang lebih inklusif dan terbuka kepada partisipasi masyarakat sipil. Apalagi mengenai masalah yang melibatkan banyak korban masyarakat sipil, penting bagi ASEAN untuk mendengarkan suara dari masyarakat untuk mendapatkan solusi. Suara masyarakat sipil Myanmar akan mempresentasikan kekhawatiran yang layak didengar dan keterlibatan mereka akan menguatkan legitimasi ASEAN itu sendiri.
Sekretariat ASEAN telah memastikan krisis di Myanmar akan menjadi topik utama dalam KTT ASEAN di Jakarta tanggal 24 April 2021 nanti. Hal ini semakin menimbulkan banyak pertanyaan untuk apa para leaders ASEAN mengundang seorang pelanggar HAM yang telah membunuh lebih dari 700 orang ke KTT ASEAN untuk melakukan negosiasi. Akan lebih masuk akal apabila NUG yang menghadiri pertemuan tersebut agar tujuan diadakan KTT ASEAN ini lurus untuk melindungi masyarakat sipil Myanmar, bukan malah memberikan legitimasi kepada junta militer Myanmar. ASEAN juga bisa saja mengundang kedua pihak baik pemerintah sipil maupun junta militer, karena dapat dipahami bahwa ASEAN sedang mengalami dilema dimana untuk mengakhiri kekerasan dan pertumpahan darah, ASEAN harus berbicara langsung dengan junta militer. Disisi lain, berbicara dengan junta militer juga akan beresiko bagi legitimasi ASEAN sendiri di Asia Tenggara.
Comments