Oleh : Zahra Hazimah
Seperti yang telah diketahui oleh banyak orang, bahwa Indonesia mempunyai hutang luar negeri yang bukan main banyaknya. Data terakhir yang di peroleh dari Bank Indonesia (BI), sekitar Oktober 2019, tercatat bahwa Indonesia mempunyai total hutang luar negeri yang mencapai US$ 400,6 miliar atau sekitar Rp 5.608 triliun. Itu bukanlah jumlah yang sedikit, kenyataan bahwa setiap tahunnya hutang luar negeri Indonesia justru semakin meningkat membuat khawatir para petinggi dan juga rakyat Indonesia sendiri.
World Bank Group (WBG) telah berperan penting sebagai lembaga pemberi pinjaman bagi Indonesia pada saat awal masa pemerintahan Presiden Soeharto, yaitu sekitar tahun 1968. Menurut saya, peran WBG sendiri sangat membantu perkembangan ekonomi Indonesia, dikarenakan setelah Indonesia merdeka, sangat banyak kebutuhan yang memerlukan dana dengan jumlah yang cukup besar. Pada awal pemberian pinjaman, WBG menggunakan skema IDA atau pinjaman tanpa bunga. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan pada saat itu sehingga Indonesia pun dapat menggunakan dana itu di bidang pertanian, perindustrian, dan pembangunan tanpa rasa beban.
Indonesia memang menunjukkan performa ekonomi yang cukup memuaskan pada saat itu, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen pertahun. Hal ini dapat dikatakan cukup tinggi, karena jika dibandingkan dengan negara-negara peminjam yang lain, Indonesia mempunyai rata-rata pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih tinggi. Namun, para petinggi di Indonesia kurang waspada dalam mengontrol peminjaman mereka sehingga hutang Indonesia kepada WBG semakin meningkat, sementara Indonesia mulai kesulitan dalam membayar hutang tersebut beserta dengan bunganya. Sehingga Indonesia pun harus mengalokasikan APBN mereka untuk membayar hutang-hutang tersebut dan bukannya digunakan untuk pembangunan negara.
WBG sendiri menurut saya tidak terlalu memberikan dampak positif sejak pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat. WBG cenderung memanfaatkan keadaan perekonomian Indonesia untuk menambah hutang luar negeri Indonesia dan juga menambah partisipasi investasi mereka dalam hal ini justru memberikan keuntungan untuk negara-negara maju seperti Amerika, Jerman, Prancis, Jepang, dan lainnya.
Melihat jumlah hutang luar negeri Indonesia yang sangat tinggi, berita terbaru mengenai dihapuskannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh Amerika Serikat cukup membuat saya terkejut. WBG sendiri, sebagai pihak yang memberikan pinjaman memang tidak ada kaitannya dengan hal ini. Indonesia bersama dengan China dan India resmi dikeluarkan dari daftar negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) oleh Amerika Serikat dengan alasan, Indonesia memiliki pangsa pasar 0,5 persen atau lebih dari total perdagangan di dunia. Alasan lainnya adalah Indonesia masuk dalam anggota G20. USTR menyebut keanggotaan dalam G20 menunjukkan negara-negara anggotanya masuk kelompok negara maju.
Namun, berdasarkan kebijakan perdagangan bahwa negara berkembang mempunyai lebih banyak privilege daripada negara maju, dikarenakan toleransi atas perekonomian negara tersebut. Disinilah kita melihat keterkaitannya, dilihat dari hutang yang dimiliki oleh Indonesia yang begitu tinggi, Indonesia justru tidak mendapatkan keuntungan apapun dengan menjadi negara berkembang dan malah menjadi semakin kesulitan dalam membayarkan hutang-hutangnya.
WBG sendiri sebenarnya mempunyai klasifikasi untuk sebuah negara agar dapat disebut sebagai negara maju ataupun negara berkembang. Menurut WBG, terdapat empat kelompok negara yang dapat disesuaikan dengan pendapatan perkapitanya.
Pertama, negara dengan pendapatan perkapita sebesar US$975 pertahun masuk sebagai negara berpendapatan rendah. Kedua, negara yang memiliki pendapatan perkapita antara US$976 pertahun sampai dengan US$3.855 pertahun masuk sebagai negara berpendapatan menengah bawah. Ketiga, negara dengan pendapatan perkapita US$3.856 sampai US$11.905 pertahun masuk sebagai negara berpendapatan menengah atas. Keempat, negara dengan pendapatan per kapita sebesar US$11.906 per tahun atau lebih masuk sebagai negara pendapatan tinggi. (Rika, 2020)
WBG menyebut negara yang masuk dalam daftar pendapatan rendah dan menengah disebut sebagai negara berkembang. Sementara, negara dengan pendapatan tinggi masuk sebagai negara maju. Ini artinya, negara yang memiliki pendapatan minimal US$11.906 per tahun atau lebih bisa disebut sebagai negara maju.
Berdasarkan klasifikasi yang WBG punya, Indonesia seharusnya tetap berada di daftar negara berkembang, dikarenakan sampai tahun 2019, pendapatan perkapita yang dimiliki oleh Indonesia berkisar sejumlah US$4.175. Namun apalah daya, entah apa maksud dari Amerika Serikat dengan menjadikan Indonesia negara maju, yang justru memberikan dampak yang cukup negatif terutama dalam pelunasan hutang luar negeri terhadap WBG yang akan semakin sulit.
Referensi :
Gloria Fransisca. 2019. Juli 2019 Utang Luar Negeri Indonesia mencapai US$395.3 Miliar. https://ekonomi.bisnis.com/read/20190916/9/1148769/juli-2019-utang-luar-negeri-indonesia-mencapai-us3953-miliar diakses pada (26 Februari)
Ulfa Arieza. 2020. Ada Udang dibalik Negara Berkembang Jadi Negara Maju. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200225101252-532-477778/ada-udang-di-balik-negara-berkembang-jadi-negara-maju diakses pada (26 Februari)
Hesti Rika. 2020. Melihat Beda Negara Berkembang dan Maju Gelar Baru AS ke RI. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200224193851-532-477683/melihat-beda-negara-berkembang-dan-maju-gelar-baru-as-ke-ri diakses pada (26 Februari)
https://www.worldbank.org/in/news/feature/2018/10/02/indonesia-and-the-world-bank-partners-through-time diakses pada (26 Februari)
Comments