Oleh: Dhayan Wijaya - Chairman KSM KOIN 2018/2019
Pada tanggal 8 Juni 2018, Indonesia telah terpilih menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020, bersama Jerman, Afrika Selatan, Belgia, dan Republik Dominika. Indonesia akan memulai masa tugasnya pada tanggal 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2020. Keanggotaan DK PBB Indonesia tersebut merupakan yang keempat kalinya, setelah sebelumnya Indonesia menjadi Anggota Tidak Tetap DK PBB pada tahun 1974-1975, 1995-1996, dan 2007-2008. Indonesia akan terus bermain signifikan berperan sebagai moderator pengisi suara dan jembatan di antara anggota Dewan Keamanan PBB dan dalam sistem PBB yang lebih luas.
Dewan Keamanan memiliki tanggung jawab utama untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dewan Keamanan memiliki 15 anggota, dan masing-masing anggota memiliki satu suara. Di bawah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, semua negara anggota wajib mematuhi keputusan dewan. Dewan Keamanan memimpin dalam menentukan keberadaan ancaman terhadap perdamaian atau tindakan agresi. Mereka menyerukan kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikannya dengan cara damai dan merekomendasikan metode penyesuaian atau ketentuan penyelesaian (un.org)
Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB tentu merupakan sebuah keberhasilan diplomasi politik yang dilakukan oleh Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. Dengan membawa 4 isu prioritas dan 1 isu perhatian khusus, Indonesia berhasil meyakinkan dunia internasional akan upayanya menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Peran strategis tentu saja perlu dimainkan Indonesia ketika menjalankan tugas sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB. Peran strategis tersebut perlu diarahkan pada upaya mencari solusi damai terhadap potensi konflik ataupun konflik-konflik yang terjadi di berbagai kawasan di dunia. Indonesia tentunya harus memperkuat ekosistem perdamaian dan stabilitas global, serta mendorong budaya habit of dialogue agar penyelesaian konflik dapat selalu dilakukan secara damai. Indonesia juga harus berupaya meningkatkan sinergi antara organisasi kawasan dengan DK PBB dalam menjaga perdamaian. Tentu yang menjadi tantangan disini adalah bagaimana memainkan peran dalam implementasi dari isu-isu yang ditawarkan oleh Indonesia sebelum menjadi anggota tidak tetap dewan, mengingat ada kekuatan besar yang dihadapi Indonesia secara langsung didalam dewan.
Sejak Presiden Jokowi menjadikan Palestina sebagai isu kebijakan luar negerinya yang utama, Indonesia harus bersiap menghadapi konfrontasi dengan AS di Dewan Keamanan karena Washington memimpin jalan bagi negara-negara lain untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, dan sebenarnya memindahkan kedutaannya ke sana dari Tel Aviv. Tentang ketegangan Laut Cina Selatan, meskipun Indonesia mengklaim sebagai perantara yang jujur, Indonesia kemungkinan harus berhadapan dengan Cina. Dalam skema hal-hal politik Dewan Keamanan, Indonesia tidak termasuk di antara kelas berat, tetapi juga bukan di antara kelas ringan. Posisi ini tentu bukan sebuah posisi yang biasa jika Indonesia bisa memainkan peran penting di dalam dewan. Hal ini tentu saja akan menjadikan peran Indonesia dalam mendorong isu perdamaian dunia akan semakin jelas. Indonesia dapat terlibat secara langsung dalam dialog tanpa harus melakukan negosiasi terlebih dahulu dengan anggota dewan seperti ketika belum menjadi anggota tidak tetap dewan.
Permasalah non tradisional seperti masalah pengungsi, manajamen bencana, dan isu gender menjadi isu-isu kontemporer yang harus dapat didorong dan kemudian dicari jalan keluarnya oleh Indonesia dan seluruh anggota dewan. Dalam konteks itu, Indonesia dapat mendesak DK PBB untuk menggarisbawahi pentingnya komitmen tinggi untuk membangun kerja sama internasional yang kuat dalam memberikan bantuan kemanusiaan di negara transit dan tujuan melalui inisiatif regional yang lebih terkoordinasi, termasuk proses diplomatik multilateral.
Comments