top of page
Writer's pictureadmin

DAMPAK PELEMAHAN KEBEBASAN MEDIA DAN PENURUNAN KUALITAS MEDIA SEBAGAI WADAH ASPIRASI KRITIK DI BEBER

Updated: May 24, 2018


Latar Belakang

Dalam suatu sistem politik dan pemerintahan terutama dalam negara yang menerapkan sistem demokrasi, media memiliki peran penting sebagai fourth pillar of democracy atau pilar keempat pelaksanaan demokrasi. Menurut McQuail, media memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat; pembentuk opini dan preferensi publik; dan sebagai ruang publik yang memberikan akomodasi terhadap debat terbuka.[1] Di samping itu, media pun memiliki fungsi agenda setting, pengawasan atau control dalam pelaksanaan mekanisme check and balances, serta mobilisasi massa. Oleh karena itu sebagai penghubung antara pemerintah dengan masyarakat, media menjadi suatu sarana pelaksanaan pendidikan politik untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang telah disebutkan secara independen atau dengan kata lain tidak menerima pengaruh dari pihak lain. Independensi media tersebut merupakan salah satu dari indikator bagi demokrasi secara empirik, yaitu dengan akses sumber informasi alternatif yang tidak dimonopolisasi oleh pemerintah atau kelompok lain.[2] Dari paparan tersebut, dapat diketahui bahwa media memiliki peran dan fungsi penting, terutama untuk melaksanakan prinsip demokrasi yang dapat memberikan pengaruh terhadap dinamika politik suatu negara.

Isu Pelemahan Media Di Beberapa Negara ASEAN Dan Dampaknya Terhadap Demokrasi

Isu yang berkembang akhir-akhir ini mengenai demokrasi di kalangan negara-negara ASEAN adalah bangkitnya kembali isu pembungkaman media dan kebebasan berpendapat. Yang memperkuat justifikasi jika negara-negara di ASEAN mengalami pseudo-democracy atau demokrasi semu, yaitu demokrasi hanya ada di permukaan namun substansinya tidak berada pada level atas bahkan nyaris tidak ada. Aung San Suu Kyi dengan tegas menutup seluruh bagian Myanmar terhadap wartawan internasional dan beberapa wartawan lokal. Kamboja menutup organisasi berita yang sangat kritis. Duterte dengan santai telah mendiskusikan pembunuhan jurnalis. Sedangkan Thailand pada awal 2017 lalu telah meloloskan draf Rancangan Undang-Undang mengenai pengaturan media yang menurut banyak pihak akan mematikan kebebasan pers di negara tersebut. Dan di Indonesia sendiri Pengesahan perubahan kedua Undang Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dalam rapat paripurna DPR RI beberapa waktu yang lalu telah sah dimata hukum dan dampaknya akan mengurangi daya kritis dari media dan pers. Namun kebebasan pers di Indonesia sendiri pada saat ini berada pada posisi yang rumit. Selain mendapatkan tekanan sebab berlakunya UUMD3, kebebasan pers dan media di Indonesia dianggap sudah melebihi batas dengan maraknya informasi hoax dan keberpihakan media seperti yang terjadi pada masa pemilihan presiden tahun 2014 yang melahirkan konfrontasi terhadap kebenaran informasi yang didapat oleh masyarakat.[3]

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa media memiliki peran yang signifikan dalam berjalannya demokrasi suatu negara dengan perannya sebagai pembentukan opini publik dengan jangkauan luas dan sebagai ranah dalam menyuarakan aspirasi dan kritik masyarakat terhadap birokrasi dan pemerintah. Dalam hal ini, konten yang dimuat oleh media dapat menjadi salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap pemikiran dan pandangan yang terbentuk dalam masyarakat. Dalam sistem demokrasi, media massa - pers dalam arti luas - adalah lembaga penting dan memainkan peran kunci. Melalui media massa ada ketentuan untuk interaksi dan pertukaran ide yang bebas dan terbuka untuk berbagai ruang publik . Munculnya kembali isu pembungkaman media dan pembungkaman kritik oleh negara-negara di ASEAN menimbulkan kekhawatiran terhadap lahirnya otoritarianisme. Kekhawatiran tersebut bukan merupakan argumen yang tidak berdasar. Menurut Huntington, munculnya pelemahan pada aspek-aspek demokrasi dalam hal ini kebebasan berpendapat melalui media sebagai sarana penyampaian kritik dapat membalikkan gelombang demokrasi dan berujung pada kembalinya pemerintahan otoritarian atau oligarki. Hal tersebut ditandai dengan hilangnya media sebagai saluran penyampaian opini publik terhadap segala kebijakan pemerintah.

Tentu saja pelemahan-pelemahan terhadap media yang muncul pada akhir-akhir ini di beberapa negara ASEAN telah merusak budaya demokrasi formal yang sudah tercipta di negara-negara dengan flawed democracy seperti Indonesia dan Filipina serta negara-negara dengan hybrid regime in democracy seperti Thailand, Kamboja, dan Myanmar. Dampaknya adalah negara-negara tersebut akan terus mengimplementasikan kebijakan yang sebenarnya tidak selaras dengan kepentingan bersama karena tidak didengarnya kepentingan rakyat akibat dibungkamnya media sebagai sarana masyarakat mengaspirasikan kepentingannya terhadap pemerintah. Contohnya pemerintah junta militer Thailand yang semena-mena terhadap penentuan tanggal pemilihan umum hingga November tahun 2018 padahal mayoritas masyarakat Thailand menginginkan pemilihan umum yang ditunda sejak tahun 2014 harus segara dilaksanankan. Hal ini dikarenakan junta militer tidak bergeming atas kemauan rakyat Thailand sebab seluruh media di negara tersebut telah di represi oleh junta militer yang saat ini memegang kendali terhadap seluruh alur dan proses pemerintahan di Thailand.

Kesimpulan

Dalam suatu negara yang menerapkan sistem demokrasi, media memiliki peran penting sebagai pilar keempat pelaksanaan demokrasi. Dalam hal ini, secara keseluruhan media memiliki fungsi untuk menjadi penghubung antara pemerintah dengan masyarakat, dimana media dapat memberikan pengaruh terhadap dinamika politik suatu negara. Oleh karena itu, independensi, netralitas, dan kebebasan dalam menyampaikan pendapat serta kritik merupakan tiga prinsip yang menjadi penting untuk diterapkan dalam pelaksanaan fungsi oleh media yang kemudian berkaitan dengan pembentukan opini publik. Opini publik diperlukan agar setiap kepentingan masyarakat dapat menjadi rujukan dalam segala pembuatan dan pengambilan keputusan negara. Dalam era kontemporer saat ini demokrasi di beberapa negara ASEAN sedikit terganggu dengan naiknya kembali isu pembungkaman media yang mengganggu publik untuk memberikan kritik terhadap pemerintah. Yang tentu saja akan bermuara pada otoritarianisme dan berdampak jelek pada citra demokrasi di negara-negara ASEAN yang sejak 1998 menjadi panutan bagi regional maupun sub-regional lain.


DAFTAR PUSTAKA :

SUMBER BUKU

Dahl, Robert. 1989. Democracy and Its Critics. New Haven: Yale University Press.

McQuail, Denis. 2000. McQuail’s Mass Communication Theory. New York: SAGE Publications

Sen, Krishna dan David T. Hill. 2017. Media, Culture, and Politics in Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing.

Ward, David. 2004. Pendahuluan dalam The Media and Elections: A Handbook and Comparative Study, diedit oleh Bernd-Peter Lange dan David Ward, x. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Razak, Abdul, ed. Press laws and systems in ASEAN states. Permanent Secretariat of the Confederation of ASEAN Journalists, 1985.


SUMBER DALAM JARINGAN ( DARING)

Anonim. “Organisasi Media Thailand Prihatin Atas Kebebasan Pers”. VOA Indonesia. 30 Januari 2017. Diakses pada 5 April 2018. https://www.voaindonesia.com/a/organisasi-media-thailand-prihatin-akan-kebebasan-pers/3698232.html

Hooi, Kho Ying. “ASEAN at 50: A New Test For Democracy In Southeast Asia”. The Diplomat. 3 Mei 2017. Diakses pada 5 April 2018. https://thediplomat.com/2017/05/asean-at-50-a-new-test-for-democracy-in-southeast-asia/

Faulder, Dominic. “Enemies of the state -- Why the press in Southeast Asia is Under Attack”. Asia Nikkei. 14 Februari 2018. Diakses pada 5 April 2018. https://asia.nikkei.com/magazine/20180215/On-the-Cover/Why-press-freedom-is-at-risk-across-Southeast-Asia

[1] Denis McQuail, McQuail’s Mass Communication Theory (New York: SAGE Publications, 2000), hal. 4.


[2] Robert Dahl, Democracy and Its Critics (New Haven: Yale University Press, 1989), hal. 233


[3] Krishna Sen dan David T. Hill, Media, Culture, and Politics in Indonesia (Jakarta: Equinox Publishing, 2017), hal. 114


-Penulis

Muhammmad Afif Gultom

Universitas Gadjah Mada

Peringkat 1 Essay Competition

53 views0 comments

Comments


bottom of page