Migrasi tenaga kerja telah berperan penting sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di negara anggota ASEAN. Negara Asia Tenggara terdiri dari negara pengirim dan penerima pekerja migran. Terdapat sekitar 7 juta migran yang tersebar di wilayah Asia Tenggara. Para pekerja yang dominan merupakan kaum pendatang dan berada di sektor konstruksi serta perawatan rumah tangga rentan terhadap eksploitasi. Kesadaran perlunya perlindungan pekerja migran, mendorong ASEAN mengambil tindakan untuk melindungi hak para pekerja.
ASEAN Summit ke 31 di Manila menghasilkan sebuah pencapaian baru berupa intrumen penegakan hukum untuk memperkuat hak pekerja migran. Komitmen negara ASEAN akhirnya terlihat setelah 7 tahun lamanya pengadopsian “Deklarasi Cebu”
tentang promosi dan perlindungan hak-hak pekerja migran. Kerangka implementasi dituangkan dalam ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of Rights of Migrant Workers. Negara anggota ASEAN yakin konsensus tersebut mampu menetapkan kerangka kerja untuk kerjasama tentang pekerja migran di wilayah tersebut dan berkontribusi pada proses pembangunan Komunitas ASEAN.
Eksistensi konsensus ASEAN berpotensi untuk member
ikan banyak manfaat. Konsensus ASEAN merupakan langkah signifikan untuk mengatasi masalah mengenai hak-hak pekerja migran. Prinsip-prinsip umum, hak fundamental pekerja migran dan anggota keluarganya, hak spesifik pekerja migran, kewajiban negara pengirim dan negara penerima yang tertera menjadi acuan bagi negara ASEAN untuk melindungi hak para pekerja migran. Keterikatan hukum akan mendorong kestabilan dalam keberlangsungan perlindungan serta promosi hak pekerja migran.
Peluang Kerjasama dan Hambatan Implementasi Peluang yang didapatkan dari konsensus ASEAN secara tidak langsung yaitu dapat mempengaruhi aktor non negara dan memperkuat agenda pekerja migran. Negara sebagai aktor membutuhkan kemitraan dengan aktor non negara untuk mengatasi masalah perlindungan pekerja migran. Kemitraan negara dengan lembaga swadaya masayarakat sangat penting dibangun. Untuk membuat ruang audiensi kebijakan semakin terbuka. Hal ini bisa dimanfaatkan pemerintah untuk mempromosikan migrasi tenaga kerja, mengatasi masalah mobilitas pekerja migran, dan perlindungan pekerja migran di lingkup regional.
Terlepas dari peluang yang didapatkan melalui konsensus ASEAN terdapat hambatan dalam implementasi kebijakan tersebut. ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of Rights of Migrant Workers bersifat morally binding atau mengikat secara moral menjadi hambatan dalam implementasi kerangka tersebut. ASEAN menyatakan bahwa dokumen tersebut mengikat secara moral bagi pemerintah negara untuk mengimplementasikan nilai-nilai dari konsensus. Dapat disimpulkan bahwa konsensus ASEAN tidak memiliki bobot hukum yang kuat dan negara anggota tidak harus meratifikasi dokumen secara nasional untuk implementasinya. Implementasi konsensus akan mengandalkan bobot moral pemerintah yang bertanggung jawab terhadap hakhak pekerja migran.
Konsensus yang bersifat mengikat secara moral mendominasi proses perumusan. Indonesia adalah satu-satunya negara yang masih pemperjuangkan status hukum konsensus hingga finalisasinya. Konsensus yang bersifat terikat akan memiliki perbedaan dalam manfaat yang didapatkan. Keterikatan secara hukum akan memberikan manfaat yang banyak bagi tenaga kerja migran di ASEAN. Negara yang terlibat akan dituntut untuk menjalankan setiap nilai tanpa terkecuali. Sangat memperihatinkan bahwa ASEAN masih cenderung menyepakati deklarasi yang tidak mengikat untuk menikmati fleksibelitas komitmen regional.
-Penulis
Superty Semardini, S.IP
Commentaires