top of page
Writer's pictureadmin

MASIHKAH SIRIP IKAN HIU BERNILAI EKONOMIS TINGGI?

Jika berbicara tentang Ikan Hiu, tentu bukan hal yang asing lagi. Terlebih sebagai predator tertinggi dalam rantai makanan ikan ini memiliki reputasi yang menyeramkan di mata sebagian orang. Namun di mata sebagian orang, Hiu justru begitu dicari karena konon sirip hiu bila dikonsumsi karena diyakini memiliki khasiat seperti mempercantik kulit, menaikkan libido, menaikkan energi bahkan menurunkan kolesterol. Harga sup sirip Ikan Hiu dihargai hingga jutaan rupiah ini tentu membuat para nelayan tergiur untuk memburu si predator karena nilai ekonomisnya yang tinggi.

Meskipun undang-undang dilindungi oleh peraturan yang ketat, banyak penyelundup masih dapat menemukan celah peraturan dan cara lain untuk mengekspor sirip hiu ilegal. Hal ini telah menyebabkan praktik kejam dari sirip ikan hiu karena biasanya mereka memotong sirip hiu hidup lalu membuang hiu kembali ke laut, tidak dapat berenang dan akhirnya menuju kematian secara perlahan. (WWF Indonesia)

Pemekaran hiu sudah termasuk ilegal di negara ini, aktivitas ‘memancing’ hiu juga telah ada di perairan sekitar tujuan wisata populer, termasuk Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur, dan Raja Ampat di Papua Barat. Pihak berwenang pernah mencegat pengiriman ilegal 20 ton sirip hiu yang ditujukan ke Hong Kong, di Tanjung Perak, Surabaya tahun 2016 silam. Pemekaran hiu bahkan terjadi di kawasan konservasi, karena mudah bagi awak kapal untuk menyembunyikan sirip setelah bangkai hiu telah dibuang ke laut.

Indonesia sendiri dilaporkan sebagai eksportir terbesar sirip hiu, diikuti oleh India sebagai eksportir terbesar. Efek dari penangkapan hiu akan menyebabkan penurunan populasi kerang, yang menyebabkan penurunan kualitas air sejak air saringan kerang serta akan meningkatkan populasi gurita, yang menurunkan populasi lobster. Pada tingkat ini, ekosistem laut yang telah berevolusi selama jutaan bahkan ribuan tahun akan runtuh. Miris memang, sepertinya memang harus ada upaya edukasi dari pemerintah untuk warga sekitar agar tidak lagi menangkap ikan hiu.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Misool Foundation dan World Wildlife Fund (WWF) menggelar 'Simposium Nasional Hiu dan Pari di Indonesia 2018’ pada Rabu 28 Maret 2018 lalu membahas aspek pengelolaan dan konservasi secara berkelanjutan. Kegiatan yang diselenggarakan Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Conservation International Indonesia (CII), Misool Foundation dan WWF Indonesia dihadiri sekira 173 orang pemakalah dan peserta dari berbagai institusi. (CNN Indonesia)

Kepala Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) M. Zulficar Mochtar mengatakan, dalam pembahasan simposium terkait aspek ekologi, manfaat, dan populasi. Hasilnya akan menjadi rekomendasi untuk mengukur efektifitas kebijakan KKP.

Simposium sekaligus sebagai wadah untuk mengedukasi para nelayan, bahwa hiu bukan merupakan spesifik target penangkapan. Karena dibanding dengan menjual dagingnya, hiu dan pari lebih memiliki nilai ekonomis tinggi jika dikembangkan dalam hal wisata konservasi.



Simposium ini juga bertujuan untuk mengumpulkan hasil-hasil penelitian terbaru terkait sumber daya hiu dan pari di Indonesia dan memberikan rekomendasi dan kebijakan pengelolaan terhadap jenis yang perlu untuk dilindungi. Perlindungan terhadap hiu juga telah diatur melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan 18/2013 tentang penetapan status perlindungan penuh terhadap Hiu Paus. Setidaknya ada 117 jenis hiu dan 500 jenis pari yang hidup di perairan Indonesia. (WWF Indonesia)

Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan turut menghimbau kepada semua peserta simposium untuk lebih peduli dalam mensosialisasikan pentingnya hiu dan pari terutama kepada masyarakat pesisir. Beliau juga meminta kepada retoran-restoran di pesisir untuk tidak menjual menu sirip hiu maupun pari. (Fajar) Pada tahun 2018, WWF Indonesia melakukan kampanye untuk menghilangkan tradisi menghidangkan sirip hiu pada saat perayaan Imlek. Pada tahun sebelumnya, WWF Indonesia mengajak industri jasa makanan dan perhotelan di Indonesia untuk menghentikan penggunaan Ikan Hiu sebagai bahan dasar dalam hidangan makanan. (Kumparan)

Salah satu fakta mengapa kita tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi sirip Ikan Hiu adalah adanya kandungan merkuri yang tinggi. Kandungan merkuri yang tinggi jika dikonsumsi secara terus menerus maka akan mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal. Hiu yang dipotong siripnya dan dilepas kembali kelautan juga akan mati, karena tidak dapat berenang. Maka mengembangkan wisata berbasis konservasi merupakan langkah yang tepat dalam menyelamatkan populasi baik Ikan Hiu maupun Pari. Selain dapat meningkatkan pendapatan dari sektor Pariwisata, keseimbangan ekosistem akan terjaga. Mengkampanyekan untuk tidak mengkonsumsi sirip hiu yang telah dilakukan oleh WWF Indonesia bukan semata untuk menyelamatkan Hiu namun juga karena alasan kesehatan.


-Penulis

Torry Puspa Ramadhanti

Staf Divisi Komunikasi dan Jaringan 2017/2018

415 views1 comment

1件のコメント


Syukron Subkhi
Syukron Subkhi
2018年4月28日

ayo stop perburuan ikan hiu!!!

いいね!
bottom of page