top of page
Writer's picturevisualpublikasi202

PENCEGAHAN DEFORESTASI OLEH GREENPEACE DI TANAH PAPUA

Oleh: Benhard Masalle Bua

Deforestasi merupakan perubahan tutupan suatu wilayah dari yang semula berhutan (yang dipenuhi oleh vegetasi pohon dengan kerapatan tertentu) menjadi tidak berhutan (bukan vegetasi pohon atau bahkan tidak bervegetasi). Secara sederhana, deforestasi dapat diartikan sebagai bentuk penggundulan hutan yang disebabkan oleh aktivitas manusia hingga menyebabkan masalah atau dampak pada lingkungan. Praktik deforestasi yang semakin marak terjadi didasarkan oleh kepentingan beberapa orang, akibatnya banyak terjadi deforestasi atau pembukaan lahan. Deforestasi yang dilakukan adalah bentuk mengalihfungsikan lahan yang semula adalah hutan menjadi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan kertas. Greenpeace menanggapi bahwa permasalahan deforestasi tidaklah mudah karena harus mempertimbangkan banyak hal, seperti nilai karbon dan iklim, keanekaragaman hayati serta masyarakat adat dan lokal. Urgensi untuk menghentikan praktik deforestasi ini kemudian semakin meningkat, mengingat makin banyaknya hutan-hutan tropis yang semakin mengalami kerusakan.


Permasalahan deforestasi ini juga telah menjadi permasalahan di salah satu wilayah di Indonesia yaitu Papua. Deforestasi yang terjadi di Papua telah mencapai lebih dari 1.150 Ha dalam kurun waktu 6 bulan. Penggundulan hutan tersebut lebih banyak terjadi pada area perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri yang melakukan ekspansi bisnis. Menurut analisis peta citra satelit Nusantara Atlas menunjukkan bahwa deforestasi di Papua sejak awal tahun Januari-Juni 2022 telah mencapai lebih dari 1.150 Ha. Terdapat 5 lokasi perusahaan yang telah teridentifikasi yang menjadi tempat terjadinya deforestasi terbesar di Papua, yakni PT Inti Kebun Sawit dan PT Inti Kebun Sejahtera: perusahaan yang beroperasi di Distrik Moi Segen dan Seget, Kabupaten Sorong; PT Subur Karunia raya di Kabupaten Teluk Bintuni; PT Permata Nusa Mandiri di Kabupaten Jayapura; dan PT Selaras Inti Semesta di Kabupaten Merauke. Selain dari perusahaan diatas, ada juga beberapa perusahaan besar yang telah melakukan deforestasi di Papua seperti pengusaha asal Korea Selatan, Korindo grup yang telah melakukan deforestasi mencapai 40.773 Ha.


Menghadapi besarnya deforestasi yang terjadi di Papua akibat perusahaan, Greenpeace selaku organisasi yang mengatasi permasalahan lingkungan akhirnya mendesak agar pemerintah dapat mengevaluasi deforestasi terencana tersebut. Sejumlah aktivis dari Greenpeace melakukan aksi protesnya di halaman kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan menggunakan alat peraga pohon dan asap buatan yang menggambarkan kerusakan hutan di Tanah Papua akibat dari pembukaan hutan demi kepentingan perkebunan. Sejumlah poster atau pesan yang mengkritik mulai menghiasi aksi ini dengan bertuliskan “cabut Izin Perusahaan Perusak Hutan Papua” dan “Selamatkan Masyarakat Adat Papua” hingga tagar #sayabersamahutanpapua pun bermunculan. Hal ini merupakan bentuk tuntutan yang dilayangkan kepada pemerintah agar dapat segera mengambil tindakan atas kebijakan yang menjadikan hutan di Tanah Papua sebagai target dari deforestasi terencana tersebut. Sebelum melakukan aksi ini pun Greenpeace Internasional sebelumnya pernah merilis laporan “Stop Baku Tipu: Sisi Gelap Perizinan di Tanah Papua”. Laporan ini mengungkapkan indikasi dengan dugaan pelanggaran dalam pemberian izin terhadap 25 perusahaan dari 32 perusahaan yang telah memperoleh pelepasan kawasan hutan di Provinsi Papua antara tahun 2011-2019. Pemberian izin tersebut terbit pada saat Zulkifli Hasan menjabat sebagai Menteri Kehutanan (2009-2014) dan juga era Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Greenpeace beranggapan bahwa munculnya perizinan di Tanah Papua diduga melibatkan banyak pihak dalam kepentingan bisnis, pejabat negara dan anggota partai politik yang berpengaruh serta pensiunan jenderal polisi. Perizinan tersebut tentunya melanggar aturan seperti tidak memiliki AMDAL, izin yang diduga dipalsukan dan melakukan aktivitas tanpa Hak Guna Usaha serta menyembunyikan kepemilikan. Permasalahan ini diperburuk dengan terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja yang memberi peluang lebih besar bagi oligarki politik dan bisnis untuk mempengaruhi pengambilan keputusan izin investasi di kawasan hutan Papua.


Langkah yang diambil oleh Greenpeace merupakan langkah yang terbilang cukup signifikan dalam mencegah deforestasi di Tanah Papua, walaupun dapat dibilang aksi ini hanya memberikan desakan kepada pemerintah. Namun, nyatanya pemerintah masih belum mengambil langkah ataupun kebijakan guna mengurangi ataupun memberhentikan deforestasi yang dilakukan oleh banyak perusahaan di Tanah Papua. Terutama bagi KLHK yang merupakan badan yang seharusnya lebih memperhatikan hutan, malah tidak menyadari hal tersebut. Jadi, dapat dibilang aksi yang dilakukan Greenpeace sudah termasuk aksi yang seharusnya dapat memberikan dampak yang positif, tergantung bagaimana cara pemerintah untuk menanggapi aksi tersebut.


23 views0 comments

Comments


bottom of page