top of page
Writer's pictureadmin

Penolakan Bangladesh terhadap Program UNJI Dalam Mengatasi Pengungsi Rohingya



Oleh: Ngafifatul Khanafi


Isu keamanan dalam hubungan internasional kian berkembang dari beberapa tahun yang lalu. Seperti halnya pengungsi Rohingya yang datang ke Bangladesh hingga 3 gelombang bukan hanya isu keamanan semata, akan tetapi juga mulai berkembang menjadi ancaman stabilitas negara khususnya Bangladesh yang menerima pengungsi dari Rohingya. Penolakan Bangladesh terhadap upaya perumusan inisiatif bersama (UNJI) oleh UNHCR dengan organisasi internasional lainnya menjadi bukti nyata bahwa isu keamanan dapat berubah tergantung pada perspektif pihak-pihak yang berhadapan langsung dengan isu tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya sinergitas baik dari pihak-pihak terkait seperti organisasi internasional pada umumnya dan juga dari pihak pemerintahan. Karena mengingat hak asasi manusia adalah hal terpenting yang perlu diwujudkan dalam isu pengungsi.

Bangladesh merupakan salah satu negara yang telah menampung pengungsi dari konflik Rohingya dan Pemerintah Myanmar. Bangladesh sebagai negara yang secara geografis berdekatan dengan Myanmar menjadi salah satu alasan mengapa pengungsi banyak berdatangan ke negara tersebut. Bangladesh terhitung telah menerima pengungsi Rohingya dalam tiga gelombang.

Berdasarkan laporan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Policy Development and Evaluation Service (PDES) atau kebijakan pembangunan dan pelayanan evaluasi oleh badan komisaris tinggi negara khusus pengungsi, Bangladesh sudah mengalami tiga gelombang kasus pengungsi asal Myanmar. Gelombang pertama arus pengungsi terjadi pada tahun 1978 sampai tahun 1980, dengan total jumlah pengungsi 200.000 orang. Gelombang kedua terjadi pada tahun 1991-92, dan sekitar 250.000 orang yang terlibat untuk kedua kalinya atau kembali menjadi pengungsi di Bangladesh, dan jumlah pengungsi Rohingya semakin meningkat (Mery, 2015). Gelombang ketiga terjadi pada tahun 2006-2010 dan jumlah pengungsi meningkat dari tahun ketahun.

Tentu selama masyarakat Rohingya berpindah ke pengungsian, Bangladesh telah berkontribusi besar dalam membantu masyarakat Rohingya. UNHCR sebagai organisasi internasional yang menangani isu pengungsi turut memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat Rohingya. Pada gelombang ketiga tahun 2006, UNHCR bersama organisasi-organisasi internasional lainnya seperti The World Food Program (WFP), The United Nations Children's Fund (UNICEF), United Nations Development Programme (UNDP) dan The United Nations Population Fund (UNFPA) membuat sebuah program inisiatif bersama dalam UNJI. (Mery, 2015)

UNJI dibentuk dengan maksud akan memberikan pelayanan kepada pengungsi terdaftar dan masyarakat setempat. Manfaat UNJI itu sendiri ialah memberikan kesempatan untuk meningkatkan taraf kehidupan bagi para pengungsi khususnya yang tinggal di daerah kabupaten Cox Bazar, yang merupakan salah satu kabupaten termiskin di Bangladesh yang mengalami penurunan ekonomi 3% pertahun. Selain itu, UNJI juga memiliki empat komponen yaitu, meningkatkan pelayanan, meningkatkan mata pencaharian, mengurangi kerawanan pangan, serta meningkatkan tata kelola dan pengembangan kelembagaan. Program ini juga menetapkan target untuk memberikan hibah makanan 30 kilogram beras atau gandum perbulan untuk masing-masing perempuan miskin yang berada di kabupaten Cox Bazar dalam mendukung keluarga miskin melalui makanan untuk bekerja dan makanan untuk pelatihan. (Mery, 2015)

Akan tetapi pada tahun 2011, pemerintah Bangladesh menolak program tersebut karena dianggap hanya berfokus pada pengungsi semata, tidak pada masyarakat Bangladesh yang ikut terdampak pula karena kedatangan dari pengungsi Rohingya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan pejabat pemerintah Bangladesh yang menganggap tujuan inisiatif sebenarnya untuk merehabilitasi pengungsi di Cox Bazar, bukan untuk mengatasi kemiskinan di wilayah tersebut.

Melihat penolakan UNJI oleh Bangladesh pada gelombang ketiga, tidak serta merta menghilangkan peran Bangladesh bagi pengungsi sejak gelombang pertama datang dari Myanmar. Bangladesh sebagai negara penerima pengungsi tentu mendapatkan dampak negatif dari gelombang pengungsi yang semakin besar. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi yang menyeluruh agar baik penduduk lokal maupun pengungsi dapat mendapatkan manfaat semaksimal mungkin dari program-program yang dicanangkan oleh pihak-pihak terkait.

Selain itu, yang perlu menjadi perhatian ialah isu kemanusiaan pengungsi Rohingya yang memprihatinkan memerlukan sinegritas dari berbagai pihak. UNHCR sebagai organisasi internasional telah memiliki peran besar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan pengungsi. Akan tetapi perlu adanya kerjasama yang kompleks bersama dengan pemerintahan maupun organisasi-organisasi lainnya. Hal ini karena berkaitan dengan isu yang dihadapi yakni isu kemanusiaan yang memiliki urgensi penting untuk dicapai.

24 views0 comments

Comments


bottom of page