Oleh : Aron Ali Alfany
Sebagai suatu kawasan konservasi sekaligus sebagai objek wisata, hal terkait pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak dapat dipungkiri sangat berpotensi menimbulkan polemik. Kepentingan untuk konservasi seringkali bertabrakan dengan kepentingan untuk memajukan pariwisata di kawasan ini. Pariwisata, yang merupakan suatu bagian dari kepentingan ekonomi, dipandang dapat menyebabkan pengaruh buruk bagi lingkungan. Pengelolaan pariwisata yang tidak menjunjung prinsip keberlanjutan dikhawatirkan akan berakibat pada terjadinya degradasi di objek wisata terkait, terlebih apabila memandang pada kawasan Taman Nasional Komodo yang merupakan suatu ekosistem endemik dan sepatutnya dilindungi serta dijaga keberadaannya.
Gambar 1.1 : Satwa endemik Pulau Komodo, Varanus Komodoensis, atau Komodo
Polemik yang menyertai pengelolaan Taman Nasional Komodo sudah berlangsung sejak lama. Permasalahan semakin disoroti semenjak Labuan Bajo ditetapkan sebagai salah satu dari daftar 10 Destinasi Wisata Prioritas Nasional. Daftar tersebut ditetapkan berdasarkan surat Sekretariat Kabinet Nomor 652/Saskab/Maritim/2015 tanggal 6 November 2015 perihal Arahan Presiden Republik Indonesia mengenai Pariwisata. Melalui penetapan tersebut, diharapkan wisatawan macanegara akan berdatangan ke objek wisata yang telah daftar. Keberadaan Labuan Bajo yang menjadi pintu masuk ke Taman Nasional Komodo menjadikan perkembangan pariwisata di taman nasional tersebut juga ikut terpengaruh. Setiap tahunnya, wisatawan yang datang ke Labuan Bajo maupun Taman Nasional Komodo terus mengalami kenaikan. Semakin bertambahnya jumlah wisatawan setiap tahun dikhawatirkan akan mengganggu ekosistem yang ada di Taman Nasional Komodo.
Perkembangan infrastrukur pariwisata di Labuan Bajo sebagai objek wisata utama Indonesia juga mempengaruhi Taman Nasional Komodo. Sebagai upaya untuk menarik kunjungan wisatawan yang lebih besar, pemerintah melalui PERMEN LHK Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 yang mengatur mengenai pemberian izin terhadap pengusahaan pariwisata berkaitan dengan alam termasuk di taman nasional. Selanjutnya, perizinan atas pengelolaan infrastruktur di Taman Nasional Komodo diberikan kepada dua perusahaan yaitu PT Komodo Wildlife Ecotourism dan PT Segara Komodo Lestari, yang mana keduanya mendapatkan izin melalui SK Kementerian Kehutanan, dengan fokus pembangunan di pulau Rinca. (Tirto.id) Namun pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata di pulau Rinca ini mendapatkan sentimen negatif dari masyarakat. Berbagai lapisan masyarakat menyoroti dampak negatif pembangunan terhadap keberlangsungan hidup komodo.
Protes dari masyarakat bermunculan ketika viralnya sebuah foto yang memperlihatkan seekor komodo menghadang sebuah truk. Berdasarkan foto terseut, terlihat bahwa pembangunan menganggu habitat komodo dan dapat membahayakan individu komodo itu sendiri sehingga banyak pihak yang menyayangkan serta meminta pembangunan dihentikan. Selain dari kalangan masyarakat umum, organisasi pemerhati lingkungan yaitu Greenpeace juga ikut merespon kejadian ini. Greenpeace menjadi salah satu pihak yang sangat vokal mengomentari permasalahan pembangunan Jurassic Park di Taman Nasional Komodo. Mengomentari foto viral menyangkut komodo, Greenpeace Indonesia turut mengunggah foto tersebut di akun instagramnya pada tanggal 26 Oktober 2020. Unggahan tersebut diawali dengan sentilan terhadap beberapa kejadian pengerusakan alam oleh pemerintah. Caption dilanjutkan dengan pernyataan mengenai taman nasional yang seharusnya dilindungi dan dihindarkan dari campur tangan manusia justru dibuka atas nama investasi. Mereka juga menandai akun instagram presiden Joko Widodo untuk mempertanyakan apakah hal tersebut merupakan bentuk investasi yang presiden inginkan. Melalui siaran pers pada tanggal 13 November 2020 yang dilakukan oleh Greenpeace Asia Tenggara, organisasi ini kembali menyinggung isu mengenai Taman Nasional Komodo. Siaran pers secara umum menyoroti risiko perusakan ekosistem akibat pengembangan bisnis pariwisata berlebihan dan menyebut pembangunan Taman Nasional Komodo sebagai contoh perusakan ekosistem itu. (Bisnis.com)
Gambar 1.2 : Lanskap Pulau Komodo
Polemik lain kembali muncul ketika mencuatnya kabar mengenai surat dan dokumen pengecualian Amdal (Analisis Dampak Lingkungan). Sejumlah surat diunggah oleh akun twitter @KawanBaikKomodo yaitu Surat Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Nomor S.576/KSDAE/KSA.1/7/2020 perihal Pengecualian Amdal terhadap Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata di TN Komodo. (Kompas.com) Hal ini tentu disayangkan oleh berbagai pihak, salah satunya Walhi. Walhi NTT sebagai salah satu pihak yang bertugas sebagai tim penilai Amdal di provinsi NTT menyayangkan tidak dilibatkannya Walhi dalam penerbitan surat tersebut. Bahkan Dinas Lingkungan Hidup NTT tidak memberi pemberitahuan apapun. Dikeluarkannya surat tersebut beserta tidak dilibatkannya Wali dapat menjadi bukti bahwa pemerintah tidak secara serius mempertimbangkan kepentingan lingkungan atas pembangunan Jurassic Park. Meskipun apabila pembangunan ternyata sama sekali tidak mengganggu aktivitas komodo, tetapi dengan tidak dilaksanakannya Amdal, dikhawatirkan dampak yang muncul akan lebih besar. Pengecualian Amdal dapat berakibat pada kerusakan ekosistem secara tidak terduga dan dapat memunculkan dampak buruk dalam jangka panjang.
Respon pemerintah terhadap protes yang dilayangkan oleh masyarakat dan sejumlah organisasi lingkungan terkesan kurang serius. Hal ini dapat dilihat dengan tidak terpadunya klarifikasi tentang pembangunan Taman Nasional Komodo. Kementerian PUPR dan Kementerian KLHK memberikan klarifikasi mereka sendiri terkait dengan protes yang diberikan masyarakat. Dengan semakin banyaknya respon negatif dari masyarakat, sudah seharusnya pemerintah memberikan penjelasan mendalam mengenai urgensi, perizinan, tata kelola, dan dampak dari proyek tersebut. Ketidakseriusan pemerintah atas respon masyarakat juga tercermin dari gagalnya rencana audiensi dengan Kementerian PUPR, KLHK, dan Presiden Joko Widodo yang direncanakan oleh Formapp (Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata) Manggarai Barat. Audiensi direncanakan akan digelar pada 24 Maret 2020 yang dimediasi oleh DPRD Manggarai Besar. Namun audiensi tersebut gagal dilaksanakan hingga saat ini.
REFERENSI :
Aditya, Nicholas R. “Polemik Pengecualian Amdal dalam Pengembangan TN Komodo.” Kompas. Dipublikasikan pada 11 November 2020. https://nasional.kompas.com/read/2020/11/11/11233631/polemik-pengecualian-amdal-dalam-pengembangan-tn-komodo?page=all
Alaydrus, Hadijah. “Greenpeace Soroti Pariwisata yang Rusak Ekosistem, Taman Nasional Komodo Disinggung.” Bisnis. Dipublikasikan pada 13 November 2020. https://ekonomi.bisnis.com/read/20201113/12/1317284/greenpeace-soroti-pariwisata-yang-rusak-ekosistem-taman-nasional-komodo-disinggung
Thomas, Vincent F. dan Alfian P. Abdi. “Ambisi Investasi Luhut dan Jokowi di Balik Komodo vs Jurassic Park.” Tirto. Dipublikasikan pada 27 Oktober 2020. https://tirto.id/ambisi-investasi-luhut-dan-jokowi-di-balik-komodo-vs-jurassic-park-f6pn
Comentários