Oleh : Marta Silalahi
Pernahkah kalian mendengar kata depresi? Jika pernah, depresi adalah salah satu masalah kesehatan mental yang bukan merupakan hal asing untuk dibahas. Isu kesehatan mental adalah isu yang beberapa tahun belakangan menjadi isu hangat bahkan sejak pandemi Covid-19, isu ini semakin menjadi pembahasan di kalangan masyarakat. Covid-19 sudah mengusik ataupun menghentikan layanan kesehatan mental di beberapa negara sedangkan permintaan untuk layanan kesehatan mental bertambah (WHO, 2020). Kesehatan mental bahkan masuk ke dalam Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 3 yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan untuk semua usia (WHO, 2019). Target 3.4 dalam Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 3 yaitu pada tahun 2030, mengurangi sepertiga kematian dini akibat penyakit tidak menular melalui pencegahan dan pengobatan serta meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan. Menurut WHO, kesehatan mental adalah keadaan sejahtera di mana setiap individu bisa mewujudkan potensi mereka sendiri. Artinya, mereka dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat berfungsi secara produktif dan bermanfaat serta mampu memberikan kontribusi pada lingkungan mereka.
Gambar 1.1 : Ilustrasi Mental Illness
Contoh gangguan kesehatan mental antara lain yaitu depresi, gangguan bipolar, kecemasan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan obsesif kompulsif (OCD), psikosis dan lain sebagainya (halodoc, 2020). Terlepas dari kemajuan di beberapa negara, orang dengan kondisi kesehatan mental sering mengalami pelanggaran HAM berat, diskriminasi, dan stigma. Banyak kondisi masalah kesehatan mental yang dapat ditangani secara efektif dengan biaya yang relatif rendah, namun kesenjangan antara orang yang membutuhkan perawatan dan mereka yang memiliki akses ke perawatan tetap besar. Cakupan pengobatan yang efektif masih sangat rendah padahal pentingnya kesehatan mental sama dengan pentingnya kesehatan fisik. Seringkali masyarakat hanya berfikiran bahwa kesehatan fisik merupakan yang nomor 1, padahal kedua hal tersebut saling berpengaruh dan sama pentingnya bagi pribadi individu. WHO tentunya mendukung pemerintah dalam hal memperkuat dan mempromosikan kesehatan mental di seluruh dunia. WHO telah menyebarkan informasi ini untuk mengintegrasikan strategi yang efektif ke dalam kebijakan dan rencana. Pada tahun 2019, WHO meluncurkan special initiative for mental health (2019-2023) terkait cakupan kesehatan universal untuk kesehatan mental demi memastikan akses ke perawatan berkualitas dan terjangkau (WHO, 2019). Untuk mencapai tujuannya, WHO bekerja sama dengan pemerintah, mitra internasional dan nasional termasuk masyarakat sipil dikarenakan tidak ada tindakan yang cocok untuk semua negara sehingga setiap negara harus menyesuaikan dengan keadaan nasional masing-masing.
Cara mengatasi gangguan kesehatan mental sebenarnya dapat dimulai dari lingkup yang kecil seperti mengubah stigma masyarakat tentang kesehatan mental. Secara teori mungkin terlihat mudah tapi secara praktik hal ini sangat sulit karena budaya yang telah terbentuk sejak dulu di masing-masing negara. Sering sekali orang yang mengalami gangguan kesehatan mental dikategorikan “orang gila” di kalangan masyarakat. Peranan dalam memberikan edukasi dan pemahaman mengenai kesehatan mental, gangguan kesehatan mental dengan penanganannya bukan hanya dibutuhkan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan kesehatan mental, melainkan kepada seluruh masyarakat pada umumnya. Melalui bentuk pemahaman yang dilakukan oleh kelompok maupun individu maka akan mampu menghapuskan paradigma yang salah. Paradigma baru yang benar akan menjadi upaya terciptanya kesehatan masyarakat secara fisik dan mental. Kemudian, stigma bahwa pergi ke psikiater atau psikolog berarti “gila” harus dihilangkan. Sudah sepantasnya masyarakat yang merasa membutuhkan bantuan ahli terkait mentalnya harus pergi ke profesional karena apabila masyarakat tersebut mengabaikan masalah mentalnya akan berujung pada hal buruk bagi diri mereka sendiri. Selanjutnya, WHO sebagai organisasi internasional yang bergerak di bidang kesehatan termasuk kesehatan mental sudah seharusnya mendorong negara untuk menjadikan isu ini sebagai isu penting di tiap negara. Bahkan melihat data yang sudah jelas bahwa angka masyarakat yang mengalami gangguan mental setiap tahunnya meningkat, sudah sepantasnya WHO mendorong negara untuk mengadakan rumah sakit khusus yang berfokus pada kesehatan mental seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa negara yaitu Cuba, Belanda, Amerika Serikat dan lain sebagainya.
Referensi:
WHO.2020.COVID-19 disrupting mental health services in most countries, WHO survey.Diakses dari https://www.who.int/news/item/05-10-2020-covid-19-disrupting-mental-health services-in-most-countries-who-survey pada 8 November 2020
Special initiative for mental health (2019-2023).Diaksesdari https://www.who.int/mental_health/evidence/special_initiative_2019_2023/en/ pada 9 November 2020
Mental Health in Sustainable Development Goals (SDGs). Diakses melalui https://www.who.int/mental_health/suicide-prevention/SDGs/en/ pada 8 November 2020
Halodoc.2020.Kesehatan Mental.Diakses melalui https://www.halodoc.com/kesehatan/kesehatan-mental pada 9 November 2020.
Comments