top of page
Writer's pictureadmin

TUMPAHAN MINYAK, DAMPAK KERUGIAN YANG BERLAPIS

Dalam kegiatan pembangunan di suatu negara, minyak merupakan salah satu unsur yang sangat krusial keberadaannya. Di Indonesia misalnya, minyak memegang peranan penting dalam sektor pembangunan, mulai dari sebagai bahan bakar transportasi untuk distribusi bahan pangan maupun benda-benda ekonomis lainnya, hingga sebagai bahan bakar rumah produksi yang akan menjadi sumber pendapatan negara itu sendiri nantinya.


Saat ini, Indonesia sebagai negara penghasil minyak, malah menjadi importir minyak. Hal tersebut dilakukan karena Indonesia sendiri sudah tak mampu untuk menyokong kebutuhan minyak nasional. Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) 2016 menyebut bahwa produksi minyak bumi Indonesia hanya 831.000 barrel per hari. Angka itu, jauh dari kebutuhan nasional yang mencapai 1,6 juta barrel per hari. Alhasil, untuk menutupi defisit tersebut, negeri ini mau tak mau harus mengimpor minyak bumi. Bahkan, sejak tahun 2004, Indonesia telah menyandang status sebagai net importer minyak.


Oleh sebab itu, banyak transportasi distribusi yang berlalu lalang di laut Indonesia. Utamanya adalah distribusi minyak yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan, pasti ada sebuah kemungkinan yang walaupun kecil presentasenya, namun kenyataan tidak bisa dihindari. Lalu apa yang dimaksud kemungkinan kecil diatas? Tentunya, tumpahan minyak yang menjadi momok mengerikan bagi para pelaku kegiatan ekonomi dan yang pasti, para pemerhati lingkungan, dalam kasus ini adalah Greenpeace.


Kasus tumpahan minyak di Indonesia memang sudah menjadi peristiwa yang terjadi setiap tahunnya. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, yang dapat dilihat pada bagan dibawah ini (ESDM MIGAS)


Seperti yang ditulis dalam laman Greenpeace, kejadian tumpahan minyak biasanya lumrah terjadi kawasan pesisir Bintan, Batam dan Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Akan tetapi, pencemaran laut akibat buangan minyak yang terekam di Bintan yang terpantau sejak awal bulanApril 2014, sudah tidak bisa lagi dianggap peristiwa biasa dan lazim. Pencemaran akibat buangan minyak kotor semakin serius. Diperkirakan 5 ribu sampai dengan 10 ribu barel, atau kira-kira setara hingga 1.590 meter kubik minyak kotor yang tiba dan mencemari kawasan pantai. (GreenPeace)


Kasus tumpahan minyak yang terakhir terjadi dan sempat menjadi viral di tanah air ini adalah kasus tumpahnya minyak di teluk Balikpapan. Kejadian yang terjadi pada tanggal 31 Maret lalu ini mengakibatkan setidaknya 40.000 barrel minyak terbuang sia-sia ke laut dan mencemari lingkungan sekitar. Namun, setelah kasus tersebut diusut lebih lanjut, penyebab tumpahnya minyak adalah dari pipa kilang minyak pertamina yang patah di kedalaman 20 meter. Tentu bukan masalah darimana tumpahan minyak tersebut, namun yang menjadi masalah adalah dampak yang ditimbulkan. (KOMPAS)


Menurut data yang diperoleh, kerugian atau dampak yang ditimbulkan dari kejadian tersebut adalah tercemarnya laut seluas ribuan hektar dan mengakibatkan 5 korban jiwa. Dan yang paling terdampak adalah ekosistem laut yang terkena tumpahan minyak tersebut. Tentu akan membutuhkan waktu yang lama untuk ekosistem laut agar menjadi normal kembali seperti sedia kala.


Seperti yang dilansir di situs Tempo, Ahli oseanografi Institut Pertanian Bogor, Alan F. Koropitan, mengatakan tumpahan minyak dalam jumlah besar itu bisa merusak ekosistem secara meluas dan berlangsung lama. akan mematikan ekosistem di perairan itu,. Tumpahan minyak mentah dapat membunuh biota laut bahkan biota paling kecil sampai ikan bisa mati. Tumpahan minyak mentah juga mengganggu ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Tumpahan minyak yang menyebar ke dalam ekosistem mangrove, masih bisa dibersihkan. Namun jika mengenai ekosistem lamun dan terumbu karang, tumpahan dapat berakibat kerusakan. Alan berharap pemerintah dan Pertamina bisa secepatnya membersihkan perairan tersebut dari minyak. Sebab, minyak yang memiliki kepadatan tinggi itu terus menutupi permukaan perairan dan menghalangi sinar matahari, sehingga proses fotosintesis bisa terganggu. Akibatnya, dalam jangka panjang, ekosistem di wilayah tersebut bisa mati. (TEMPO)


Sebagai warga negara yang mempunyai akal berpikir yang sehat, tentunya kita tidak boleh diam ditempat, namun ikut dalam kegiatan pelestarian ekosistem laut, tidak hanya saat laut itu tercemar, namun ketika laut itu masih dalam keadaan sehat, kita juga harus tetap melestarikannya, karena bagaimanapun juga, hal tersebut adalah tanggung jawab kita bersama, sebagai makhluk yang menempati bumi, tempat yang kita tinggali saat ini.


-Penulis

Tsabitha Faiq Fawazzi

Staff Riset dan Data 2017/2018

155 views0 comments

Comments


bottom of page